Misteri Hilangnya Ratusan Kepala Arca di Candi Borobudur

Di balik kemegahan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sejatinya masih tersimpan misteri. Terutama terkait hilangnya kepala-kepala arca Buddha yang hingga kini belum ditemukan.

Catatan Balai Konservasi Borobudur (BKB), dari 504 arca Buddha yang ada di candi peninggalan Wangsa Syailendra abad ke-8 itu, terdapat sebanyak 248 arca yang kini dalam kondisi tanpa kepala.

Kepala Seksi Pelayanan Konservasi BKB Iskandar M Siregar mengungkapkan bahwa BKB masih menyimpan 57 kepala arca yang belum dipasang. Sebanyak 52 buah di antaranya dalam kondisi utuh, sedangkan lima sisanya dalam kondisi rusak.



"Sejak dilakukan pemugaran oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1907, kepala-kepala arca yang kami simpan itu sudah ada," ungkap Iskandar kepada Kompas.com.

Pihak BKB sendiri, kata Iskandar, tidak dapat memastikan letak keberadaan kepala-kepala arca yang hilang tersebut.

BKB hanya dapat menduga apakah kepala-kepala arca tersebut memang hilang sejak sebelum dipugar, hilang karena dicuri, masih terpendam di kawasan sekitar candi, ataukah sudah berpindah tangan ke pihak lain.

"Kami pun tidak dapat memastikan apakah dari 248 arca Buddha yang tanpa kepala itu memang ada kepala pasangannya atau dahulu nenek moyang kita belum selesai membuatnya hingga utuh. Karena selain tanpa kepala, sejumlah arca juga ada yang tidak ada tangannya dan beberapa bagian tubuh lainnya," papar Iskandar.

Iskandar mengatakan, BKB tidak mempunyai kegiatan yang khusus untuk mencari kepala-kepala arca itu. Pihaknya hanya menunggu informasi dari masyarakat dan pihak-pihak yang mengetahui keberadaannya.

Informasi terbaru, ungkap Iskandar, pada tahun 2007 BKB mendapat laporan bahwa ada lima kepala arca Buddha dimiliki oleh seorang kolektor di Paris, Perancis.

Ada pihak yang kemudian mengirimkan foto-foto kepala arca yang diduga kepala arca Buddha Candi Borobudur itu ke pihak BKB.

Namun setelah diteliti, disimpulkan bahwa kepala arca itu bukan merupakan kepala arca candi Borobudur karena memiliki ciri-ciri yang berbeda.

"Secara sekilas kepala arca yang dimiliki seorang kolektor di Paris itu memang mirip dengan kepala arca di Borobudur, namun setelah kami teliti ternyata ada bagian-bagian yang tidak sama, seperti ciri rambut, bentuk alis, bibir serta bentuk kepala yang berbeda dengan yang ada di Candi Borobudur," urainya.

Kemudian pada tahun 2009, lanjutnya, seorang warga menemukan dua kepala arca di Dusun Mendalan, Desa Tanjungsari, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.

Pada tahun 2008, satu kepala dipasang di badan arca pasangannya di Candi Borobudur, dan satu kepala lainnya baru dapat dipasang pada 13 Mei 2007 lalu.

"Butuh waktu yang tidak singkat untuk bisa memasang kepala arca ke badannya. Karena harus diteliti dengan cermat, mulai dari bekas 'luka' di badan arca dengan yang tersisa di leher kepala hingga kesesuaian struktur batunya. Satu per satu kepala itu dicocokkan dengan yang ada di candi Borobudur. Minimal satu tahun bisa diketahui," ujarnya.

Setelah cocok, kata Iskandar, kepala baru dapat dipasang. Prosesnya pun tidak sembarangan. Karena butuh tim khusus yang yang sudah ahli serta peralatan yang khusus pula. Seperti lem khusus untuk jenis batu seharga Rp 3 juta per kaleng dan pengait antara kepala arca dengan badan (angkur) yang terbuat dari fiber buatan Jerman.

"Kebetulan ada arkeolog dari Jerman yang membawakan angkur itu untuk kami, di Indonesia kami belum menemukan," ujar Iskandar.

Kepala dan badan arca dibor kemudian dipasangi anchor dari bahan serat fiber.
TEMPO/Suryo Wibowo

Kendati tidak ada upaya khusus pencarian kepala-kepala arca, katanya, secara umum pihaknya rutin melakukan survei maupun ekskavasi (penggalian) di sejumlah titik di kawasan sekitar candi Borobudur yang diperkirakan terpendam situs-situs candi purbakala.

Kawasan tersebut telah dipetakan oleh BKB menjadi kawasan stategis nasional (KSN). Terbagi menjadi lima zona, meliputi zona 1 (zona pelestarian candi), zona II (taman wisata, laboratorium), zona III (permukiman, persawahan, toko cendera mata), zona IV (panorama sejarah), dan zona V (taman arkologi nasional).

Iskandar menyebutkan, zona terjauh atau zona V berada di radius maksimal lima kilometer dari zona I (Candi Borobudur). Kawasan itu termasuk di daerah Kecamatan Borobudur, Mungkid, dan sebagian wialyah Daerah Istimewa Yogyakarta.


Borobudur dimasa keeemasan Dinasti Syailendra


Kepala Arca Buddha Dikembalikan ke Candi Borobudur

Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengembalikan satu kepala arca Buddha di lantai tiga sisi selatan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang. Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) Marsis Sutopo, di Magelang, mengatakan arca kepala Buddha tersebut ditemukan oleh Kasri (55), warga Dusun Tanjungsari, Desa Tanjungsari, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang pada 16 Desember 2009 lalu.


TEMPO/Suryo Wibowo

Berbagai kepala arca Sang Buddha tersimpan di lemari penyimpanan milik Balai Konservasi Borobudur di Candi Borobudur, kabupaten Magelang, Jawa Tengah, (13/5/2006). Kepala arca Sang Buddha yang sebelumnya hilang telah ditemukan oleh Kasri, warga Tanjungsari, Borobudur pada 2010. 

Menurut dia, waktu itu Kasri menemukan lima benda purbakala saat membuat pondasi rumah, dua di antaranya merupakan arca kepala Buddha. Tim Balai Konservasi kemudian melakukan penelitian untuk menemukan badan arca yang cocok. Ia mengatakan, satu kepala arca lainnya sudah dipasang pada tahun 2011 lalu.

"Berdasarkan penelitian kami, kepala arca Buddha itu cocok dengan bagian badan arca di Candi Borobudur," katanya.

Kepala Seksi Layanan Konservasi Balai Konservasi Borobudur, Iskandar M. Siregar, mengatakan, berdasar hasil penelitian BKB diketahui jenis batuan kepala arca Buddha yang ditemukan di Desa Tanjungsari sama dengan jenis batuan arca di Borobudur.

Dua orang petugas Balai Konservasi Borobudur mengangkut kepala arca Buddha yang sebelumnya hilang
menuju lokasi pemasangan di Candi Borobudur, kabupaten Magelang, Jawa Tengah, (13/5/2006). 
TEMPO/Suryo Wibowo

Ia menyebutkan, Candi Borobudur memiliki 504 arca Buddha, dari jumlah tersebut sebanyak 247 di antaranya tidak memiliki kepala. Untuk mencari keberadaan kepala arca Buddha, BKB hanya mengandalkan temuan-temuan di masyarakat.

Ia mengatakan, BKB tidak melakukan upaya pencarian karena keberadaan arca Buddha tidak diketahui.

"Kami melakukan sosialisasi ke masyarakat agar jika menemukan arca Buddha menyerahkannya ke BKB. Penemunya akan diberikan imbalan sesuai kajian tim," katanya.

Koordinator Pokja Kajian BKB Nahar Cahyandaru menambahkan pihaknya menggunakan teknik khusus agar kepala arca Buddha bisa dipasang kuat dan tidak mudah lepas terkena gempa. Yakni kepala dan badan arca dibor kemudian dipasangi anchor dari bahan serat fiber.

Petugas Balai Konservasi Borobudur mengangkat kepala arca Buddha 
yang sebelumnya telah dicuri di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, (13/5/2006). 
TEMPO/Suryo Wibowo


Seorang petugas restorasi mengebor badan arca Buddha 
untuk memasang anker di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. 
TEMPO/Suryo Wibowo


Petugas restorasi patung mengoleskan lem di bagian leher arca Buddha di Candi Borobudur.
TEMPO/Suryo Wibowo


Petugas restorasi patung mengoleskan lem di bagian leher arca Buddha di Candi Borobudur. 
TEMPO/Suryo Wibowo


Candi Borobudur masih menyimpan misteri, terutama terkait hilangnya kepala-kepala arca Buddha 
yang hingga kini belum ditemukan (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)