Lagi, WNI Disandera Perompak Somalia

Belum usai kita bernafas lega usai pembebasan sandera kapal Sinar Kudus, drama penyanderaan WNI serupa oleh perompak Somalia kembali terjadi. Kali ini, yang tertimpa sial adalah kapal berbendera Singapura, MT Gemini.

Pada Sabtu kemarin, 30 April 2011, kapal MT Gemini yang diawaki oleh 25 orang--13 diantaranya adalah warga Indonesia--dibajak perompak Somalia di perairan Tanzania, 222 kilometer dari Dar es Salaam.

Menurut laman Bernama, selain 13 WNI itu, beberapa awak dari negara lain juga turut disandera. Mereka di antaranya adalah empat warga Korea Selatan, tiga Myanmar dan lima China.

Mereka semua awak kapal yang bekerja di perusahaan Glory Ship Management Pte. Ltd., sebuah perusahaan pengangkut minyak mentah dari Singapura. Kapal berbobot mati 29.871 ton ini tengah dalam perjalanan menuju Mombasa, Kenya, dari pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatra Utara, membawa muatan 28 ribu ton minyak sawit mentah.

Dimintai keterangan, pihak pemilik kapal menolak untuk berkomentar. Sikap tertutup perusahaan dalam memberikan informasi seputar keadaan awak kapal dan komunikasi yang telah dilakukan dengan pihak perompak menyulitkan pemerintah Indonesia dalam memantau nasib warga negaranya.

"Ada informasi dari kedutaan besar Indonesia di Singapura bahwa 13 WNI disandera oleh perompak Somalia. Namun informasi yang ada sekarang sangat terbatas," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Michael Tene, kepada VIVAnews.
Namun demikian, Tene mengatakan bahwa masalah ini telah diatasi oleh pemilik kapal sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Pemerintah Indonesia merasa tidak perlu mendorong pemerintah Singapura untuk mempercepat proses pembebasan, karena kata Tene, "Tanpa didorong pun, Singapura ingin masalah ini cepat selesai."
Jika diminta

Deputi Menko Polhukam, Sagom Tamboen, mengatakan pasukan khusus TNI siap membantu pemerintah Singapura dalam memberantas perompak. Bantuan akan diberikan jika Singapura memutuskan untuk melakukan operasi militer dan meminta bantuan Indonesia. "Kami siap bergabung jika pemerintah Singapura melakukan agresi militer dan meminta bantuan Indonesia," ujarnya.
Namun, Tamboen menegaskan masalah ini kiranya dapat diselesaikan melalui jalur negosiasi. Pengiriman pasukan selain berbahaya juga akan meningkatkan risiko jatuhnya korban dari para awak kapal. Soal negosiasi, pemilik kapal yang harus melakukannya, yaitu Glory Ship Management Pte. Ltd. Karena, ujar Tamboen, perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab dalam memastikan keselamatan para pegawainya.

"Pada setiap perompakan kapal, tanggung jawab berada di tangan pemilik kapal. Biasanya para perompak tidak mau berhubungan dengan negara," ujar Tamboen.

Berbeda dengan sikap Kemlu, Tamboen mengatakan Kementerian Polhukam akan mendorong Singapura untuk mengambil langkah untuk memastikan keselamatan warga negara Indonesia. "Hal ini juga merupakan tanggung jawab Indonesia," dia menambahkan.
Sementara itu, pada konperensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan bahwa TNI akan terus berkoordinasi dengan pemerintah Singapura terkait hal ini. Dia menegaskan, TNI telah bersiap dilibatkan dalam operasi pembebasan kapal yang dibajak tersebut.

"TNI telah melakukan penjajakan dengan pemerintah Singapura untuk kemungkinan dilibatkan secara bersama-sama dalam proses pembebasan," ujar Suhartono.

Dia mengatakan, jika memang dilibatkan, TNI akan mengerahkan pasukan Komando Armada Indonesia Kawasan Barat untuk menuju perairan Somalia.

Didampingi marinir


Sepak terjang perompak Somalia keterlaluan alang-kepalang.
Menurut data Angkatan Laut Uni Eropa (EUNAVFOR), sebagaimana dilansir laman Europe Online, saat ini perompak Somalia tengah menyandera total 23 kapal dengan 518 awak di perairan Somalia.

Angka lebih tinggi bahkan disampaikan oleh kelompok pengawas perompakan, Ecoterra, yang mengatakan perompak Somalia sedang menawan 49 kapal dengan 768 awak.

Dalam beberapa tahun terakhir, perompak Somalia telah membajak ratusan kapal dan mengeruk keuntungan jutaan dolar dari uang tebusan. Aksi mereka ini tetap berlanjut meskipun perairan Teluk Aden telah dipenuhi oleh kapal patroli dari puluhan negara.

Berdasarkan pengamatan Ecoterra, perompakan telah merugikan ekonomi global hingga US$12 miliar setahun. Perompak Somalia menyumbang 95 persen dari angka kerugian tersebut.

Indonesia sendiri merupakan negara yang baru saja memetik pengalaman dalam menghadapi ulah para perompak. Sejak 16 Maret lalu, pemerintah Indonesia dan pemilik kapal Sinar Kudus, PT. Samudera Indonesia, dipusingkan oleh upaya pembebasan 20 ABK yang disekap perompak.

Barulah pada Minggu kemarin, PT. Samudera Indonesia mengumumkan bahwa kapal mereka telah bebas dari cengkeraman para bajak laut. Perusahaan tidak mengungkapkan berapa uang tebusan yang telah mereka bayarkan. Namun, beredar kabar perompak mengantungi US$4,5 juta atau sekitar Rp38,5 miliar.

Menurut dosen hubungan internasional di Universitas Padjadjaran, Bandung, Teuku Rezasyah, pembayaran tebusan semacam itu memalukan. Ditambah lagi kejadian serupa langsung berulang, hanya berselang hitungan jam.

Rezasyah mengatakan sudah saatnya pemerintah serius mempertimbangkan untuk mengubah prosedur tetap perlindungan WNI di laut. Dia mengusulkan agar pemerintah menyertakan seorang anggota marinir di kapal yang diawaki setidaknya 10 WNI.

"Pasukan terlatih ini ditempatkan di kapal berbendera Indonesia maupun yang berbendera asing yang diawaki oleh warga negara Indonesia," ujarnya.

Langkah ini, ujar Rezasyah, tentunya harus dilakukan berdasarkan persetujuan dari negara asal kapal dan perusahaan pemilik kapal, serta direstui oleh International Maritime Organization. (kd)

sumber www.vivanews.com