Pelajar Purbalingga kritik fenomena batu akik lewat film Begal Watu

Trend batu akik di beragam daerah Indonesia yang saat ini jadi primadona, jadi ide untuk pelajar Purbalingga Jawa Tengah untuk menuangkannya dalam karya audio visual. Beranggotakan pelajar SMA Rembang Purbalingga, komune 'Gerilya Pak Dirman Film' memphoto fenomena batu akik dengan gawat. Lewat film fiksi berjudul Begal Watu, beberapa pelajar ini mencari fenomena yang tidak sering diangkat dalam mass media.

 " Kami mau tunjukkan pada orang-orang, bahwa bisa saja ikutan booming batu akik, tetapi butuh di perhatikan kelestarian alam serta kelestarian situs-situs purbakala, " kata sutradara film Dinda Gita Rosita yang masih tetap duduk di bangku kelas X SMA Rembang Purbalingga, Selasa (24/3).

Keberanian mengangkat pandang pandang tidak sama tentang fenomena batu akik ini, menurut Dinda, dikerjakan untuk menyadarkan warga yang sampai kini melupakan segi negatif perburuan batu akik, terlebih di lokasi Purbalingga.

 " Dampak negatif dari fenomena ini terlihat terlewatkan, seperti rusaknya alam yang berlangsung di sebagian titik berbentuk rusaknya tebing-tebing batu. Belum lagi, beberapa pencari batu yang hingga menjarah batu-batu yang disebut website purbakala, " imbuhnya.

Film Begal Watu bercerita perihal seseorang anak muda yang tergila-gila pada batu akik. Bahkan juga, sehari-hari pekerjaannya mencari batu akik. Dia mencari batu akik bukan sekedar di sungai, tetapi di seluruhnya tempat.

Beragam langkah serta cara pengambilan batu yang mengakibatkan kerusakan alam juga dikerjakan. Bukan sekedar mengakibatkan kerusakan alam dengan mencongkel batu-batu yang bernilai di tebing suatu air terjun, namun juga mengambil batu di website purbakala, bahkan juga batu yang digunakan juga sebagai pondasi rumah tetangga juga dicongkel.

Aktivis sosial sekalian pegiat film pendek Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga, Bowo Leksono menyampaikan, fenomena yang diangkat dalam cerita film Begal Watu itu riil berlangsung dalam orang-orang Purbalingga.

 " Fenomena yang nampak sampai kini seakan tampak baik-baik saja di mass media, karena fenomena batu akik dapat jadi jalan keluar sosial ekonomi dalam orang-orang Purbalingga. Namun dibalik itu seluruhnya, ada masalah sebagai gunung es, lantaran di sebagian titik ada eksploitasi batu akik yang meneror lingkungan juga, " tuturnya.

Bowo menilainya, sentilan pelajar melalui karya film ini telah waktunya bikin pemkab buka mata untuk mengedukasi orang-orang. " Sentilan pelajar SMA Rembang ini semestinya juga menyadarkan pemkab untuk bikin kebijakan yang rasional dalam melindungi keseimbangan alam serta manusia, " tutupnya.

Gagasannya, film fiksi pendek yang dibiayai sendiri oleh anggota komune Gerilya Pak Dirman Film ini, bakal diikutkan dalam program Pertandingan Pelajar Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) pada 2015 bln. Mei kelak.