Cerita Humor Pelawak dan Jin Ifried – Yang berharap baca cerita humor paling super terlucu sedunia...(istilahnya fantastis banget ya. Udah paling, super, terlucu, sedunia lagi. Tambah tergokil seakherat pasti mantap, hehe..) Siap kecewa. Humor tentang pelawak dan Jin Ifried ini bukan cerita koplak jenis itu. Ini humor satir yang mengandung soal getirnya kehidupan. Lebih menonjolkan falsafah daripada kelucuan.
Anda tetap baca cerita humor pelawak dan jin Ifried ini berarti Anda jenis orang yang ngeyel. Dibilangin tak lucu malah penasaran. Yang sering mampir ke republik gondes sih udah hafal bahwa blog tak bermutu ini sering menjebak. Prolognya bilang lucu, eh dalemannya garing. Awalnya bilang tak lucu, belakangnya malah bikin sakit perut. Maklum habis makan siomay campur cabe cabean.
Sama kayak prolog kali ini... Gak nyambung!
Masih mau terus baca? Begini ceritanya:
Pada suatu hari di suatu masa, ada seorang pelawak amatiran dengan nama panggung Somplak. Bermodal wajah monyong namun lucu (lumayan culun), si Somplak biasa manggung di acara ludruk, kethoprak, wayang dan acara kondangan sebagai dagelan tamu. Jangan bayangin dia ini pelawak kondang sekelas Sule, Parto, Aming atau Komeng yang honornya puluhan juta sekali melawak. Segokil apapun banyolannya, sengakak apapun penonton dengar leluconnya, honornya paling hanya ratusan ribu. Itupun tak tiap hari ada job. Jika lagi sepi, kadang sebulan hanya satu dua kali aja tampil unjuk kelucuan. Tak heran jika miskin.
Awalnya, biarpun tak banyak uang tapi Somplak tak pernah mengeluh. Dia bersyukur atas apa yang Tuhan berikan. Kehidupannya juga tak neko neko. Tak pernah minum kalo tak lagi haus. Tak pernah main kecuali pas masih kecil dulu suka layangan. Tak pernah mencuri, hanya mencuri pandang dikit kalo pas ada cewek bohay lewat. Tak pernah pakai narkoba karena dia lebih suka pakai blangkon.
Pokoknya Si Somplak ini tipe cowok baik baik. Kecuali mukanya aja yang gak baik.
Tapi perangainya berupah total bak Power Rangers sejak kejadian pada malam Senin Pahing itu. Apakah kejadian itu? Nah, ini masalahnya... Saya sendiripun belum dapat ide, hehehe...
Malam itu Somplak galau banget. Untuk yang ke 99 kali, cintanya ditolak cewek. Padahal dari waktu ke waktu, dia telah menurunkan standart cewek calon istrinya secara bertahap.
Pada usia 17 tahun Somplak bertekad tak akan pacaran jika bukan dengan cewek secantik Nikita Willy. Apa daya, jangankan Nikita Willy, Nikita Ancurin aja ogah ngelirik.
Menginjak usia 30 tahun, standartnya terus turun. Wajah cantik tak lagi jadi prioritas, yang penting solehah dan siap nikah. Tapi sial, tak satupun wanita yang mau diajak nikah. Kalau yang ho-oh diajak shopping sih banyak...
Menjelang umur 40, Somplak banting harga. Tak ada syarat apapun. Yang penting perempuan dan masih bisa kentut, itu aja! Itupun tak ada yang mau. Kenapa? Karena Somplak itu berpedoman pada bukti. Untuk membuktikan calon istrinya masih bisa kentut, setiap kali dekat dengan wanita, Somplak menyuruhnya kentut.
Konyol? Tidak, Si Somplak tak konyol. Pengarangnya yang ngawur, suka nulis hal yang jelas tak masuk akal.
Dan besok lusa usia Somplak genap 40 tahun. Udah kadaluarsa dari usia nikah manusia normal pada umumnya. Padahal dia udah janji pada almarhum emak bapaknya, akan menikah sebelum usia 40 tahun. Jadi tinggal dua hari waktu tersisa tuk menepati sumpahnya.
Mungkin bagi sebagian orang, sumpah janji macam itu sah hukumnya untuk tak ditepati. Tapi tidak bagi si Somplak. Apapun rintangannya, janji harus ditepati. Lebih baik gila seumur hidup daripada ingkar.
Dalam keadaan super galau, tiba tiba muncul Jin Ifried. Dalam cerita dongeng legenda, Jin Ifried biasanya keluar dari lampu ajaib yang digosok. Tapi dalam cerita humor koplak ini, sang jin masuk lewat jendela yang diamplas. Lebih masuk akal... (masuk akal gundulmu!).
“Ngopi dulu, boss. Biar nggak galau,” sapa si Jin sok akrab. Badan, tampang serta suaranya mirip bencong alay. Nggak gede item nyeremin kayak jin di sinetron.
“Bikin sendiri sono. Tuh, gula ama kopinya ada di warung mpok Atik...” sahut si Somplak asal.
“Ngapain repot, boss. Gua kan jin. Tinggal bilang “sim salabim!”... Nih kopinya udah siap. Monggo disruput dulu...” Si Somplak takjub. Dalam sekejab kopi sudah terhidang di depannya. Hmm... nikmat sekali. Lumayan, kopi gratis...
“Rokoknya mana?” tanya si Somplak sehabis minum sepanci kopi gratis. Maklum, udah seminggu nggak ngopi. “Habis ngopi nggak paste kecut rasanya nih bibir...”
“Maaf boss, gua no smoking...”
“Urusan lo! Yang pingin rokokan kan gua...”
“Tapi sebelum gua kasih rokok, ada hal yang perlu lo ketahui...” Jin Ifried sengaja menggantung ucapannya.
“Apaan tuh? Cepetan, keburu subuh,” Somplak tak sabaran
“Gua hanya bisa kasih 3 permintaan. Dan lo barusan udah ngabisin satu kuota, yaitu kopi. Jika lo minta sesuatu yang nggak penting lagi, apa nggak mubazir?” jawab sang Jin diplomatis
“Cuma tiga permintaan?” nada bicara Somplak naik, “Jin macam apa pula lo ini? Masa kalah ama Jokowi?Presiden gua tuh mampu menjanjikan ribuan permintaan seluruh rakyat Indonesia. Masak lo yang sakti hanya ngasih 3?”
“Itu makanya gua tak mau jadi presiden. Sebab, ucapan jin ama manusia itu beda. Kaum jin bukan tipe makhluk yang asal obral janji. Kami hanya memberikan janji yang mampu ditepati. Jika tak mungkin mengabulkan semua harapan rakyat negeri ini dalam sekejab mata, kami tak akan menjanjikannya. Jinpun perlu proses, bro... Kalau sekedar janji sih semua orang juga bisa. Coba lihat, ada berapa biji ribuan janji yang udah dia tepati?”
“Au’ ah, gelap! Ngapain gua ikut ngurusin urusan orang yang udah kurus? Lagian ranah politik bukan bidang gua. Pusing kalau mikirin itu. Mikirin nasib gua sendiri aja udah bikin kepala nyut nyutan kayak gini.”
“Apa masalah lo? Rokok?”
“Bukanlah... Tapi kalo lagi ada masalah terus ngerokok kan beban pikiran jadi berkurang...”
“Baiklah kalau itu mau kamu. Tapi nggak boleh menyesal ya? Nih, rokoknya...” Dan... cling! Sebatang rokok udah tersedia.
Somplak segera menyelipkan batang rokok itu di bibirnya. Tapi rokok tak akan menyala tanpa korek api. “Bego banget sih lo. Koreknya mana?” protesnya
“Yakin ingin korek? Nggak akan menyesal?” tanya Jin Ifried.
Somplak yang lagi galau berat tak dapat berpikir panjang. Diapun malah ngomel. “Busyet dah... Masih nanya lagi. Udah deh, kalau mau ngasih sesuatu itu yang ikhlas, nggak usah banyak bacot!”
“Oke, nih korek!” Dalam sekejap korekpun udah tersedia.
Somplak menyalakan rokok, menghisap dan menghembuskannya pelan pelan. Buss... Nikmat sekali kelihatannya. Dan benar, sebatang rokok mampu membuatnya sedikit berpikir jernih. Saat itulah baru sadar telah membuang 3 kesempatan yang seharusnya mampu menyelesaikan semua masalahnya hanya untuk kenikmatan sesaat yang tak ada artinya.
Tapi semua terlambat sudah. Jin Ifried sudah raib!
“Jin...! Jangan pergi dulu jin.... Gua butuh bini kenapa lo kasih kopi, rokok ama korek doang?”
Terdengar suara tanpa rupa dari si Jin. “Hahaha... Kau sudah melakukan kesalahan besar, Sobat... Penyesalan tak ada gunanya. Jadikan itu pelajaran kelak dikemudian hari, bahwa kesempatan emas belum tentu datang untuk kedua kalinya. Maka, pikirkanlah matang matang sebelum membuat keputusan... Oke, selamat berjuang, sob... hahaha...”
“Tunggu dulu!” teriak si Somplak dengan wajah tengadah, mencari cari sosok Jin Ifried di seantero langit langit kamar. “Lo curang! Kalau rokok ama korek emang gua yang minta. Tapi soal kopi, gua tak pernah minta. Bukankah lo sendiri yang nawarin?”
“Jangan ngelawak, boss...” jawab si Jin tanpa menunjukkan wujud, “Gua nawarin dan lo udah nerima. Itu sama aja... Lo sudah nikmatin rasanya kan?”
Somplak duduk terpekur, menyesali kejadian barusan. Coba tadi dia minta jadi orang kaya, minta istri cantik dan minta kalau mati masuk sorga... Tentu hidupnya akan indah. Tidak lagi menghadapi persoalan pelik kayak gini lagi. Tapi nasi udah jadi bubur... Buburnya juga udah basi... Mau bagaimana lagi?
Ya sudahlah... The End aja....
Apa hikmah dibalik kisah konyol tentang Cerita Humor Pelawak dan Jin Ifried di atas? Tak ada. Karena tak mungkin terjadi di dunia nyata. Hanya sekedar cerita yang mungkin tak berarti apa apa. Seperti kodrat manusia, tak pernah berhenti berbuat kekonyolan. Meski tahu republik gondes hanya blog tak bermutu, tapi masih aja menyempatkan baca cerita ngaco kayak gini. Terlebih lagi yang ngarang, hahaha... Puas... Puas... Puas...!!
Posting Komentar