Kisah Aksa Mahmud, Pengusaha Mobil dan Semen Kelas Kakap ~ Matahari sore masih bersinar terik, waktu berbuka puasa di desa Lapasu, Kabupaten Baru, 120 Km Utara dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan, sudah hampir tiba. Di dekat masjid desa, seorang bocah lelaki terlihat berdiri. Ditangannya tergenggam sebuah kantong plastik besar. Di dalamnya puluhan kantung es yang terbungkus rapi. Siang hari tadi ia membeli balok es besar, mencacahnya, dan membaginya menjadi bagian lebih kecil.
Beberapa orang di desa itu memilih berjalan-jalan menjelang berbuka. Saat mereka mendekati masjid, bocah itu pun sigap menawarkan dagangnnya. “Es.....es, ujarnya. Karena matahari masih bersinar terik, tak sedikit mereka yang berpuasa berhenti sebentar dan membeli es jualannya.
Bulan puasa di pertengahan tahun 1950-an, itu memang membawa berkah bagi bocah itu. Tak hanya es yang dijual bocah itu pada bulan puasa. Anak itu juga menjual buah kurma yang dia beli lalu dibungkus dalam paket-paket kecil dan dijual secara eceran. Dari situ ia mendapat keuntungan yang tidak sedikit. Naluri bisnisnya memang sudah terasah sejak kecil.
Nama anak lelaki itu adalah Aksa Mahmud. Baru-baru ini saat lelaki ini berumur 69 tahun, majalah ekonomi terkenal Forbes, baru saja memasukkan dia sebagai salah satu dari 50 orang terkaya di Indonesia untuk tahun 2014.
Ia ada di peringkat 36 orang terkaya di Indonesia. Ia adalah salah satu pengusaha muslim Indonesia terkaya, ia adalah satu-satunya putera Bugis yang masuk daftar itu. Aksa ditafsir memiliki kekayaan US$ 860 juta atau Rp. 10,58 triliun. Kelompok usahanya, Bosowa Corporation, adalah lokomotif kekayaannya.
Ini sebenarnya bukan gelar pertama bagi Aksa. Sejak tahun 2007, dia sudah berhasil masuk peringkat majalah Forbes sebagai 50 orang terkaya Indonesia. Dan, tidak seperti banyak pengusaha pribumi muslim yang terpental, dia adalah salah satu orang kaya yang terus bertahan di daftar itu hingga kini.
Aksa Mahmud lahir pada tanggal 16 Juli 1945 di Desa Lapasu, Kabupaten Baru, sekitar 120 km dari kota Makassar. Ia lahir hanya sebulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan di umumkan. Orang tuanya, H. Muhammad Mahmud dan ibunya Hj. Kambria, adalah petani biasa bukan saudagar.
Ayahnya biasa menjual hasil buminya ke kota. Dari sinilah Aksa Mahmud muda belajar bisnis. Selain menjual kurma dan es di waktu bulan puasa, di bulan biasa ia juga kerap menjual permen di samping sekolahnya, di Sekolah Rakyat Mangkoso.
Kebiasaan bisnis sejak dini itu dia bawa saat sekolah di Sekolah Teknik Negeri Pare-Pare tahun 1962. Begitu juga di STM Makassar hingga 1965. “Ketika sekolah lanjutan (STM), kalau muslim panen kacang tanah, saya bawa dari kampung dan menjual ke Makassar. Tetapi itu saya lakukan tanpa modal, hanya kepercayaan saja,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Lulus STM, dia melanjutkan ke Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1965. Ia masuk Fakultas Teknik Elektro. Begitu duduk di bangku perguruan tinggi tahun 1965, politik Indonesia bergolak. Aksa langsung aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar, ini membuat Aksa terlibat aktif dalam penumpasan gerakan komunis, dan terjun sebagai aktivis Kasatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tahun 1966.
Di bangku kuliah ini pula sebagai aktivis, Aksa berkesempatan mendirikan radio amatir, termasuk menjadi penerbit Koran Mahasiswa. Ia adalah aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI). Di sini juga ia mengenal aktivis seniornya, Jusuf Kalla, anak dari salah satu saudagar Bugis terkaya, Haji Kalla, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Sebagai aktivis pers kampus, suatu ketika dengan penuh Idealisme Aksa pernah menurunkan hasil tulisan sendiri soal Operasi Samsudari yang dilaksanakan oleh Kodam Hasanuddin di bawah kepemimpinan Panglima Saidiman.
Aksa mengkritis operasi itu berdasarkan fakta yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Ia melihat operasi itu melanggar HAM dan penuh kekerasan. Tetapi tulisan berdasarkan fakta ini berakibat fatal. Ia diinterogasi dan ditahan diruang tahanan Kodam selam 10 hari tanpa pemeriksaan. Panglima sendiri mengakui apa yang Aksa tulis benar adanya, tetapi kata Panglima, “Memang begitu, tetapi engkau jangan begitu.” Kata-kata ini membuat Aksa tak tertarik meneruskan karir di dunia jurnalistik.
Setelah keluar dari tahanan Kodam, dia memutuskan unrtuk meninggalkan profesi jurnalistik yang sempat digumuli bersama rekan-rekan di Koran Mahasiswa Indonesia di Sulawesi Selatan. Kemudian dia kembali dalam wilayah bisnis. Kebetulan, sahabatnya, Jusuf Kalla, mengajaknya bekerja di Dolog Makassar.
Saat itu, sebagai aktivis mahasiswa Angkatan 66, oleh Panglima Kodam Hasanuddin, Solichin GP, Jusuf Kalla diberi kepercayaan memimpin Dolog. Tugasnya menyalurkan 9 bahan pokok kemasyarakat. Lalu Jusuf Kalla mengajak beberapa aktivis mahasiswa angkata 66 ikut, salah satunya adalah Aksa Mahmud.
Namun ayah Jusuf Kalla, Haji Kalla, menasihati Aksa Mahmud untuk tidak masuk bekerja di Dolog. Kata Haji Kalla, “Karena kau akan menduduki jabatan itu melalui pressure group yang nantinya mengganti orang-orang Orde Lama dengan Orde Baru, maka suatu ketika juga kau akan diturunkan secara paksa”.
Pesan serupa juga disampaikan Haji Kalla kepada Jusuf Kalla. Jadi lebih baik bila Jusuf Kalla meneruskan usaha yang telah dirintisnya di NV. Haji Kalla. Oleh Jusuf Kalla, Aksa pun ikut diajak. Akhirnya Aksa bekerja di NV. Haji Kalla.
Saat itu pula dia dikenalkan dan dijodohkan dengan gadis cantik yang bernama Siti Ramlah, puteri Haji Kalla sendiri. Aksa menyetujui dan langsung menikah tanpa melalui masa pacaran. Tentu Haji Kalla tidak sembarang menjodohkan puterinya dengan Aksa. Orang tua bijaksana itu pasti mempunyai penilaian dan pertimbangan tersendiri setelah melihat semangat kerja, kejujuran, tanggung jawab, keberanian, prestasi dan kinerja Aksa. Bisa jadi, Haji Kalla dengan jitu telah melihat berlian yang terpendam dalam diri Aksa.
Kala itu, Aksa sering ditugaskan ke Jakarta, sementara Siti Ramlah tengah bersekolah atau menjadi santri di Pondok Pesantren Wonokromo, Jawa Timur, milik Nahdlatul Ulama. Suatu ketika, Aksa diminta oleh ibu Haji Kalla untuk mengantarkan sesuatu kepada sang puteri Ramlah di Ponpes Wonokromo itu. Begitulah tata cara teknis orang tua supaya anaknya saling mengenal, kemudian dijodohkan. Memang, ujar Aksa, nasib, jodoh dan ajal adalah rahasia Tuhan. “Rasanya pertemuan saya dengan isteri juga adalah rahasia Tuhan.” kata Aksa.
Sama halnya dengan persahabatan dan kebersamaannya dengan Jusuf Kalla. Mereka datang dari latar belakang keluarga, fakultas dan daerah yang berbeda. Pertemuan mereka hanya di organisasi mahasiswa, sama-sama aktivis. Tapi dari sekian banyak aktivis waktu itu hanya Aksa yang bergabung bersama-sama dengan Jusuf Kalla, dan bekerja di perusahaan NV. Haji Kalla.
Kemudian setelah menikah, Aksa merasa bahwa tidak ada gunanya terus tinggal bersama di perusahaan NV. Haji Kalla, mertuanya. Sebab kakak iparnya, Jusuf Kalla, sudah dipersiapkan menjadi nahkoda. Sebagai orang bugis, Aksa berpatokan pada ilmu kelautan bahwa perahu Pinisi itu nahkodanya Cuma satu. Kalau dia tinggal bersama di perusahaan NV. Haji Kalla, pasti tidak bisa jadi nakhoda. Bagaimanapun Jusuf Kalla-lah nakhodanya.
Aksa Mahmud pun berpikir keras. Lalu mengatakan pada isterinya untuk sementara harus siap-siap menderita. Karena dia tidak mungkin selamanya bekerja di perusahaan mertunya. Sebab Aksa pun bercita-cita, sekecil apapun, ingin jadi nomor satu. Aksa berprinsip, lebih baik menjadi orang nomor satu diperusahaan kecil dari pada nomor dua di perusahaan besar, Praktis Aksa hanya bekerja di NV. Haji Kalla cuman tiga tahun.
Pada tahun 1973, Aksa mendirikan perusahaan yang bernama CV. Moneter. Proyek pertamanya menjadi agen Datsun di Indonesia Timur. Ia meminjam uang dari BNI sebesar Rp. 5 juta. Aksa pun membuka showroom mobil Datsun di Makassar. Ketika acara pembukaan bapak dan ibu mertuanya hadir. Bukti kepergiannya dari perusahaan mertunya itu direstui.
Setelah itu, pada tahun 1980, Aksa mendapat tawaran mobil Mitsubishi untuk menjadi agen penyalur di Indonesia Timur. Dari situlah ia merubah nama perusahaanya menjadi Bosowa, sebab awalnya Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) sebagai distributor Mitshubishi di Indonesia memberikan isyarat, kalau Aksa ingin menjadi agen Mistsubishi harus ada nama Tiga Berlian-nya.
“Saya sampaikan tiga berlian di Sulawesi Selatan itu adalah tiga kerajaan, yaitu Bone, Sopeng dan Wajo, yang saya beri nama Bosowa. Jadi tiga kerajaan Bugis ini berlian juga karena tidak pernah perang. Bone unggul memerintah, Sopeng terkenal sebagai produsen, Wajo latar belakangnya adalah pengusaha. Nah saya sampaikan ke mereka, setuju tidak saya pakai nama Bosowa artinya Tiga Berlian, mereka setuju,” ujarnya.
Itulah awal dari perjalanan panjang Bosowa. Aksa pun mendirikan PT. Bosowa Berlian Motor. Bisnis agen Mitsubishi ini berkembang dan Bosowa menjadi agen penyalur di 13 wilayah propinsi di bagian Timur Indonesia. Aksa betul-betul menerima kepercayaan dari pihak Jepang.
Dari sini kekayaan Aksa bertambah. Hingga sekarang ini, penghasilan dari industri otomotif ini menyumbang 35 % pemasukan bagi Bosowa Corporation. Kini PT. Bosowa Motor tak hanya menjadi agen Mitsubishi, tapi juga menjadi agen distribusi mobil Mercedez Bens untuk Indonesia Timur.
Pada tahun 1995, Bosowa membangun pabrik semen di Bantimurung, Maros, pinggiran Makassar. Perusahaan itu bernama PT. Semen Bosowa Maros dengan kapasitas produksi 1,8 juta ton pertahun. Tapi pendirian pabrik itu sempat terkendala oleh krisis ekonomi 1998. Akhirnya proyek itu baru berjalan di tahun krisis itu dengan nilai aset Rp. 3 triliun. Sebanyak 80 % produksi diperuntukkan bagi pasar dalam negeri, sementara 20 % sisanya di ekspor ke Filipina dan Afrika.
Pada tahun 2005, PT. Semen Bosowa Maros, menambah modal sebesar US$ 80 juta untuk menambah kapasitas pabrik dari 1,8 juta ton pertahun menjadi 3,2 juta ton pertahun. Semen Bosowa Maros, kini adalah salah satu raja yang menguasai pasar semen di Indonesia Timur. Juga salah satu penyumbang besar pundi-pundi kekayaan Bosowa Corporation.
Setelah itu Aksa, menjalankan diversifikasi perusahaan di bidang jasa keuangan. Aksa Mahmud juga memilki saham di PT. Bank Bukopin Tbk, dan PT. Bank QNB Kesawan Tbk. Aksa Mahmud kini menambah kepemilikan saham di Bank Bukopin melalui PT. Bosowa Corporation sehingga menjadi pemegang saham pengendali.
Khusus pada sektor keuangan, perusahaan milik Aksa mahmud itu tercatat telah memiliki grup perusahaan jasa keuangan di bawah bendera Group Bosowa. Group tersebut terdiri dari 6 anak perusahaan. Perusahaan jasa keuangan yang berada di bawah bendera Group Bosowa antara lain PT. Asuransi Bosowa Periskop, PT. Bosowa Multi Finance, PT. Sadira Finance, PT. Royal Trust Capital. PT. BPRS Dana Moneter, dan PT. Bank QNB Kesawan Tbk.
Bank QNB Kesawan merupakan Bank swasta devisa patungan antara Bosowa dengan Qatar national Bank. Saham bank yang berdiri sejak 1913 ini dimiliki oleh Bosowa melalui PT. Bosowa Kapital (PT. Afhi Tirta Mustika) sebesar 20,12 %, sebanyak 69,59 % dimilik oleh Qatar national Bank, dan publik sebesafr 10,29 %.
Matahari tak pernah terbit sepanjang hari. Sadar dengan hal itu, Aksa memilih proses regenerasi. Ketika dia terpilih menjadi Wakil Ketua MPR tahun 2004-2009, dia sudah memikirkan regenerasi di kerajaan bisnisnya. Maka pada tahun 2006, untuk Presiden Direktur Bosowa Corporation, ia serahkan ke anak pertamanya, Erwin Aksa, sebagai anak tertua. Saat itu, Erwin baru berusia 29 tahun. “Saya memang mempersiapkan Erwin sebagai penerus mengingat posisinya sebagai anak sulung,” katanya.
Bahkan, sejak Erwin masih duduk di bangku SMP, Aksa sudah mendoktrinnya untuk menjadi pengusaha. Aksa juga menguliahkan Erwin di jurusan Ekonomi di Universitas of Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat. Di bawah kepemimpinan Erwin, Bosowa Corporation kini fokus pada tiga bisnis utama, yakni otomotif, semen, dan jasa keuangan.
Erwin Aksa menjadi CEO kelompok usaha ini dengan dibantu empat adiknya, yaitu Sadikin Aksa, Melinda Aksa, Athirah Aksa, dan si bungsu, Subhan Aksa. Kini, Aksa Mahmud praktis tidak terlalu menyampuri urusan bisnis, Urusan itu kini diurus oleh anak-anaknya. Hanya untuk putusan strategis saja, dia dimintai pendapat terkait Bosowa Corporation.
Dengan posisi ini, selama delapan tahun berturut-turut, posisi Aksa Mahmud sebagai salah satu orang yang terkaya Indonesia versi majalah Forbes tak tergoyahkan. Aksa membuktikan, semua hal besar harus dimulai dari hal kecil. Termasuk menjual es balok dan buah kurma.
Oleh Eep Khunaefi
Posting Komentar