Kisah Bambang Pengusaha Sukses Kerupuk Padang Pasir

Kisah Bambang Pengusaha Sukses Kerupuk Padang Pasir ~ Kedengarannya Aneh jika kita belum pernah dengar yang namanya “Kerupuk Padang Pasir”. Sebutan kerupuk Padang pasir sangat beralasan karena proses penggorengannya yang dilakukan dengan menggunakan media pasir halus.


Bambang Suparno yang berumur 49 tahun, warga Dusun Jeruk, Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ini patut diacungkan jempol. Dari usahanya berdagang kerupuk goreng pasir, mantan buruh migran ini dapat mengantongi omzet hingga Rp. 90 juta perbulan.

Pekerjaan yang dilakukan Bambang, adalah menggoreng kerupuk tanpa minyak. Ia mengganti minyak goreng dengan pasir halus, hasil penyaringan. Dengan bantuan  pengapian, kerupuk tetap mekar. Cara penggorengan inilah yang membuat jenis kerupuk ini disebut kerupuk padang pasir.

Kerupuk yang digoreng dengan teknik ini rasanya akan sedikit berbeda jika dibandingkan dengan yang menggunakan minyak goreng. Kelebihan lain adalah rendah kolesterol  dan tentu saja lebih hemat dalam menekan biaya produksi. Bahkan, resiko untuk melempem dapat ditekan karena dapat di daur ulang.

Varian rasanya juga bermacam-macam. Setidaknya ada tujuh rasa yang dibuat oleh pria yang memulai usahanya sejak tahun 2002 ini. Ada rasa pedas, manis, pedas manis, terasi, rujak, seledri, bawang, serta ubi. Pemberian rasa dilakukan dengan dua cara, yaitu bumbu di campur dengan kerupuk sebelum di goreng atau dicampur setelah digoreng.

Kerupuk yang selesai digoreng kemudian dikemas dalam plastik ukuran setengah kilogram dan panjang 30-40 cm. Setiap bungkus ukuran besar ia jual seharga Rp. 1.000 hingga Rp. 2.500 perbungkus. Tiap rasa juga mempengaruhi harga.

Kerupuk yang sudah dikemas dikirim kepada agennya yang terbesar di beberapa kota, seperti Kediri, Ngajuk, Kertosono, Jombang Bojonegoro, Tuban, Ngawi, Malang, dan Sidoarjo. Agen tersebut adalah pedagang di pusat oleh-oleh di kota masing-masing.

Bambang termasuk pengusaha yang ulet dalam bekerja untuk usahanya itu, ia hanya mempekerjakan 4 orang tenaga pria yang bertugas mulai dari menjemur kerupuk hingga menggoreng. Pengemasan dilakukan oleh istri dan 6 orang anaknya serta beberapa tenaga borongan yang juga para tetangganya.

“Kalau saya sendiri bertugas di pengaturan serta  pengiriman barang ke kota-kota,” kata pemilik usaha penggorengan kerupuk padang pasir dengan merek Arofah ini, senin  tanggal 4 Juni 2012. Perkembangan usahanya lumayan bagus. Pada awal memulainya, ia hanya memproduksi 30 kilogram kerupuk  dan itu pun untuk beberapa hari. Karena permintaan yang selalu ada, ia terus terpacu untuk mengembangkan usahanya sehingga  kini produksi per harinya mencapai 2,5 kwintal.

“Kalau tentang omzet begini saja, harga bahan kerupuknya Rp.12.000,/ kg, lalu kalikan 250 kg, dikali lagi selama 30 hari. Berapa itu hasilnya, silakan dikira-kira sendiri,” ungkapnya.

Menemukan jenis usaha ini bukanlah jalan yang mudah baginya. Beberapa profesi pernah ia jalani, mulai dari kuli bangunan di negeri seberang hingga penjual bakso keliling. Pernah pula ia hendak berdagang oli pelumas sesuai ajakan rekannya, tetapi urung dilakukan karena khawatir dengan resikonya.

“Saya berjualan kerupuk karena melihat saudara saya ada yang di bidang ini. Setelah saya pelajari, saya menjadi yakin sehingga saya ikut terjun”, tutur bambang sambil mengingat masa lalunya.

Oleh Eep Khunaefi