![]() |
| Foto: Radar Semeru |
Ini mungkin bisa memperkuat keyakinan bahwa otak bawah sadar lebih bisa mengendalikan diri kita. Lha wong sudah jelas-jelas bawa mobil kok takut hujan. Gara-garanya, kemana-mana dia
terbiasa bawa motor. Baru kali ini pergi bawa mobil.
Maksudnya nggaya. Pakai mendatangi teman dengan membawa mobil. Cong Kenek sengaja mampir ke tempat kerja temannya yang berada di tengah kota Lumajang. Saat itu, Cong Kenek membawa mobilyang sengaja direntalnya.
Setiba di kantor Mat Tasan, temannya, Cong Kenek Langsung disambut dengan senyum lebar. Karena tidak seperti biasa, hari itu Cong Kenek membawa kendaraan roda empat yang disopiri sendiri.“Weeeeh, naik pangkat yo, mobil gowoane rek,” kata Mat Tasan menggoda. Cong Kenek masih merendah. “Ojok ngunu ta cak, biasa wae,” jawab Cong Kenek yang membuat Mat Tasan penasaran.“Lah, terus tek sopo Cong? Wong wes jelas digowo awakmu ngunu,” tanya Mat Tasan penasaran. “Wes ta cak, ojok dibahas, ayok mlebu pas gawekno aku kopi, mari kita berbincang Indonesia kedepan,” kata Cong Kenek mengelak
Perbincangan dari kedua karib itu, berlangsung selama beberapa jam. Keduanya saling mengeluarkan argumentasi untuk kebaikan Indonesia. Maklumlah, keduanya punya mimpi besar, tapi sulit dicapai.Setelah merasa puas berbincang dan seolah menemukan jalan keluar yang harus dilakukan, keduanya terdiam. Sampai-sampai Mat Tasan, kembali mengingat pertanyaan awal, yang sampai saat itu belum Cong Kenek jawab.“Iki wes mari ya bahas negoro, saiki aku pengen takon serius neng riko,” kata Mat Tasan serius. “Opo cak? Kok wedi aku delok aine samean serius ngunu,” jawab cong kenek mbanyol.
“Wes ojok guyon Cong, mobile sopo iku eng mbok gowo, kan gak iro kuat awakmu iku,” tanya Mat Tasan. “Mobil maneh rek, engkok lek tak jawab jujur samean kaget cak,” kata Cong Kenek masih mengelak. “Awakmu iki Cong, mosok yo sik gak percoyo neng aku,” tegas Mat Tasan. Mendengar hal itu, lantas Cong Kenek terdiam dambil menghelakan nafasnya dalam-dalam. “Nyewo cak, ngerental aku, pengen gaya titik,” kata Cong Kenek sedikit malu-malu.
“Lah ngunu rah, lek jujur ngene kan enak Cong aku yo duwe bahan gae gojlokan,” kata Mat Tasan megancam. “Ojok ngunu cak, tak jak jalan-jalan marine wes, gaya-gaya titik pakek mobil nyapa cewek-cewek,” kata Cong Kenek sambil menaik-turunkan alisnya.Lantas keduanya tertawa terbahak-bahak, dan melanjutkan obrolan santai mereka dengan ditemani kopi dan rokok itu. Sampai tak terasa jika sudah sore. Sudah saatnya Cong Kenek pulang untuk mengunjungi
anak istrinya di rumah.
Sesaat setalah berpamitan dengan teman karibnya itu, ternyata hujan deras mengguyur. Tanpa sadar, Cong Kenek kembali duduk dan menyulut rokoknya untuk berbicara dengan Mat Tasan. “Udan sik cak, marine sek lah rokoan sek wes,” kata Cong Kenek. Mat Tasan hanya diam dan sedikit bingung. Pasalnya, saat itu Cong Kenek membawa mobil, kenapa harus menunggu hujan reda untuk pulang.“Kok longgoh maneh Cong,” tanya Mat Tasan. “Sek udan ngene cak, kan pas teles kabeh lek balek saiki aku,” jawab Cong Kenek yang membuat Mat Tasan senyum-senyum sendiri dengan alasan Cong Kenek.“Loh, kan awakmu gowo mobil Cong, kok ape teles barang,” kata Mat Tasan yang membuat Cong Kenek kaget. “Ngunu lek gak tau gowo mobil pas gowo mobil, kelingan neng sepeda tok ae. Gak pentes dadi wong sogeh pokoe wes,” tambah Mat Tasan ngakak-ngakak.Cong Kenek yang sudah telanjur malu itu mencari akal untuk lepas dari candaan Mat Tasan. “Uduk ngunu cak, mobil iku bocor. Dadi lek moleh dan udan aku teles
pisan” kata Cong Kenek mengelak. “Endi onok mobil anyar bocor Cong,” tanggap Mat Tasan.

Posting Komentar