Dijawab dengan Pasal Salah, Hakim Manggut-Manggut

Foto: cong kenek



Pernahkah bersidang? Jika belum pernah, tak salah jika sampai gemetaran dan gobyos keringat saat ditanya majelis hakim. Tapi Cong Kenek ini PD-nya minta ampun. Meski sebenarnya ndredeg berat dia berusaha menjawab lugas hingga bikin hakim manggut-manggut. Tapi setelah dicek, tak tahunya semua jawaban salah semua.

Sebagai warga negara yang baik, ketika diminta menjadi saksi di pengadilan, Cong kenek belajar memberikan contoh. Dia berkenan dan memberanikan diri menjadi saksi. Pengalaman itu adalah yang pertama kali dilakukan sepanjang hidupnya. Bukan seorang diri. Melainkan bersama sejumlah pejabat dan juga tim saksi ahli lainnya. Seperti Mat Tasan, Mat Nganu, Mat Pi’i dan saksi-saksi lainnya. Semua berangkat dari Lumajang menuju Surabaya untuk menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Cong Kenek asal Rowokangkung ini kemudian dipersilakan duduk di kursi panas tepat di depan hakim. Setelah diambil sumpah, bersama lima kawanannya satusatu digilir pertanyaan. “Apakah anda sehat,” tanya hakim pada Cong Kenek yang ditanya paling awal sendiri. “Sehat bapak hakim,” jawabnya. “Baik, bisakah dijelaskan bagaimana cerita ditemukannya korupsi itu,” tanya majelis hakim.
“Baik bapak hakim. Pertama-tama saya menemukan pelanggaran karena ada bendahara saya yang kehilangan uang, setelah dicek ketahuan bahwa yang mengambil adalah terdakwa,” jelas Cong Kenek. Mendengar jawaban yang begitu percaya diri yang disampaikan lugas itu, Mat Tasan, Mat Pi’i dan Mat Nganu merasa tenang. “Penak jawabe Cong Kenek, koyok sering sidang ae. Paling hobine sidang,” bisik Mat Tasan pada Mat Nganu. “Iyo, bene gakpopo ben dijawab kabeh,” jawab Mat Nganu. “Ben wes rek, awak dewe meneng ae,” sahut Mat Pi’i. Ketiga kawanan yang duduk disamping Cong kenek itupun terus-terusan berbisik. Sementara Cong Kenek dicecar oleh majelis hakim. Tak tanggung-tanggung, tiga majelis hakim memberondong dengan pertanyaan berat. Diantaranya mengapa diberhentikan, dasarnya apa, kemudian aturannya bagaimana. Dengan gayanya yang sok gawat, Cong Kenek lagi-lagi memberi penegasan. Bahwa pelanggaran korupsi itu didasari AD/ART “Iya pak hakim. Itu bertentangan dengan AD ART, pasal 15 BAB V tentang keuangan. Pasal 19 BAB VI tentang kelembagaan, dan Pasal 28 tentang struktur organisasi,” tegasnya. Hakim yang mendengar jawaban lugas itupun tersentak. Melihat Cong Kenek begitu luar biasa hafalnya. Ketua majelis hakim tak cuma sekali manggut-manggut.
 Dia sampai berkali-kali terlihat yakin dengan jawaban Cong Kenek. Pun juga sama dengan dua hakim anggota yang ada di kanan dan kirinya. Semua ikut-ikutan manggut-manggut. Selain hakim, jaksa penuntut umum juga sempat mencecar Cong Kenek. Namun, berbekal kepercayaan diri, Cong kenek lagi-lagi menjawab dengan aturan-aturan yang jarang dimengerti orang umum. “Itu mendasar pada peraturan mendagri dan AD ART, juga pada PTO dan SOP. Semua jelas di pasal 20 bab VI. Jadi semua sudah klir tidak ada persoalan,” kata Cong Kenek. Jaksa itupun memang tak sampai manggutmanggut. Namun pertanyaan yang awalnya diberondong langsung berhenti seketika. Sementara itu, Mat Tasan, Mat Nganu dan Mat Pi’i yang sedang berbisik-bisik malah terlihat lemes. “Iku pasal-pasal karo bab-bab kok cek pede ne Cong Kenek rek. Aku wedi salah kabeh,” bisik Mat Nganu. “Wes percoyoko rek. Cong Kenek iki sakti. Jawabe mesti bener,” sanggah Mat Pi’i. “Wes tah rek, serahne neng Cong Kenek wes,” timpal Mat Tasan. Usai Cong kenek diberondong pertanyaan sampai 30 menit, giliran Mat Tasan, Mat Nganu dan Mat Pi’i.
Mat Nganu terlihat gemetaran dengan suara tersendat-sendat saat menjawab pertanyaan hakim. Mat Tasan juga begitu deg-degan. Terlihat kemringet sampai bajunya basah. Sementara Mat Pi’i terlihat gelagapan. Teman-teman lainnya yang menjadi saksi merasakan sulit menjawab pertanyaan hakim karena ketakutan. Membuat mereka tak begitu lama, hanya sekitar 3 sampai lima menit. Setelah semua digilir, ternyata kembali lagi pada Cong Kenek. Kali ini giliran dua penasihat hukum terdakwa “Terus bagaimana kok bisa begini Cong, kalau semua jalan mengapa masih terjadi korupsi?” tanyanya. Lagi lagi Cong Kenek menjawab berdasarkan pasal-pasal dan bab-bab dalam aturan AD ART yang setiap daerah berbeda-beda. “Jelas semua AD ART nya. Berdasarkan pasal VI, VII dan VIII. Semua sudah klir di situ,” katanya. Membuat kedua pensihat hukum akhirnya berhenti bertanya. Dengan susah payah, akhirnya persidangan perdana itu rampung digelar. Usai sidang, giliran Cong Kenek disanjung-sanjung oleh teman-temannya. Namun, Mat Tasan tak lupa dengan jawaban Cong Kenek. Diapun menyempatkan bertanya sambil memilahmilah AD ART. “Cong, bener opo ora sakjane pasal-pasal iku mau. Kok jawabane manteb temen,” tanyanya. “Bener lah rek. Aku kan lumayan apal,” katanya. “Sik Cong, tak jajal bukae AD ART ne,” kata Mat Tasan. Beberapa saat kemudian Mat Tasan tersentak. “Loh Cong, iku mau keliru pasale. Iku aturane duduk sing mbok sebut. Soale iku aturan sing lawas Cong. Iki deloken dewe,” katanya sambil menunjukkan buku pedoman berisi aturanaturan tersebut.

Cong Kenek langsung kaget. Dia juga keheranan. Karena semua pasal dan bab yang yang dijawab di hadapan majelis hakim adalah aturan lama. Bahkan, di antara jawaban yang disebutkan tidak ada satupun yang benar. “Waduh, matek aku rek. Kok iso keliru rek,” katanya. “Payah awakmu Cong. Iso-iso awak dewe kabeh iki naik status. Teko saksi dadi tersangka, gak sakti tibakne awakmu Cong” ucap Mat Nganu sambil geleng-geleng. Mat Tasan dan Mat Pi’i tak kalah terkejutnya. “Rusak ngajak awakmu Cong. Bahaya temen,” protesnya. “Lah terus kudu piye iki rek,” tanya Cong Kenek. “Emboh Cong, awakmu ancen gendeng,” ucap Mat Pi’i. Akhirnya semua yang awalnya menyanjung-nyanjung Cong Kenek langsung berubah. Semua terlihat jendes pada Cong Kenek. “Sesok-sesok, jawaben dewe rek. Ojok ngandelno aku. Aku yo mumet kok,” ucapnya berkilah dan membela diri. “Iyo Cong, ngetutne awakmu iso kebek penjara Cong,” ucap Mat Tasan dengan kesal.