Kisah Lengkap Ali bin Abu Thalib

Dunia Nabi ~ Pada saat hamil tua, Fatimah binti Asad bertawaf mengelilingi Ka’bah. Ketika itu, ia merasa hendak melahirkan bayi laki-laki. Fatimah memberi nama anaknya Haidar yang artinya singa. Ia ingin anaknya menjadi  seorang pemberani. Sementara itu, suami Fatimah, Abu Thalib, memberi nama anak itu dengan nama  Zaid. Sementara itu, Muhammad, keponakan Abu Thalib, memberi nama bayi itu dengan nama Ali yang artinya tinggi. Akhirnya, Fatimah dan Abu Thalib setuju dengan pemberian nama dari Muhammad. Mereka berharap anaknya dapat memiliki kedudukkan yang tinggi.

Pada suatu masa, wilayah Mekkah dan sekitarnya mengalami musim kemarau yang panjang. Akibatnya banyak penduduk wilayah Arab yang mengalami krisis makanan. Begitu juga dengan keluarga Abu Thalib, Kebun kurma milik keluarga Abu Thalib tidak dapat dipanen karena banyak yang mati. Binatang ternaknya juga banyak yang mati. Abu Thalib kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya, padahal ia memiliki banyak tanggungan keluarga.

Saat dalam keadaan sulit, kerabatnya, Muhammad dan Abbas datang menolong keluarga Abu Thalib. Mereka bermaksud meringankan beban Abu Thalib. Oleh karena  itu, mereka akan mengasuh  anak-anak Abu Thalib, sedangkan Abbas mengasuh Ja’far bin Abu Thalib. Sejak itu, Ali bin Abu Thalib tinggal bersama Nabi Muhammad.

Keislaman Ali bin Abu Thalib

Pada suatu masa, Nabi Muhammad telah mendapat wahyu dari Allah. Ia juga mendapat perintah untuk berdakwah dan menyebarkan ajaran agama Islam. Pada awalnya, Nabi Muhammad menyampaikan ajarannya kepada istrinya, Khadijah. Khadijah pun menjadi orang yang pertama kali beriman kepada ajaran Islam.

Pada suatu ketika, Ali bin Abu Thalib yang masih berumur sepuluh tahun melihat Nabi Muhammad dan Khadijah sedang beribadah bersama. Setelah Nabi Muhammad selesai beribadah, Ali bertanya,”Wahai  paman, apa yang sering engkau kerjakan itu?” Nabi Muhammad menjawab bahwa dirinya dan Khadijah sedang menyembah Allah Rabbul Alamin. Kemudian, Ali bertanya, “Siapakah Allah Rabbul Alamin?” Rasulullah menerangkan bahwa Allah Rabbul Alamin adalah Allah Pencipta Alam semesta yang mampu mematikan dan menghidupkan semua mahluk-Nya. Saat itu pula, Nabi Muhammad mengajak Ali untuk mengikuti ajaran agama Islam. Ia adalah orang kedua yang memeluk agama Islam setelah Khadijah.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad hendak berdakwah kepada kaum kerabatnya. Untuk itu, Nabi Muhammad meminta Ali untuk mengumpulkan kaum kerabat dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Ali segera melaksanakan perintah Nabi Muhammad.

Setelah seluruh kerabat berkumpul, Rasulullah mulai berdakwah. Ia meminta mereka untuk percaya kepada Allah swt, dan memperkenalkan dirinya sebagai Rasul Allah. Ia mengajak kaum kerabatnya untuk menjadi pengikut ajaran agama Islam. Namun tidak ada yang menyambut baik dakwah Nabi Muhammad, kecuali Ali. Ali berkata dengan lantang, “Ya Rasulullah, Aku menjadi pengikutmu.” Kemudian, Nabi Muhammad kembali mengulangi seruannya hingga tiga kali. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang bersedia. Hanya Ali yang menyatakan kesediannya. Setelah itu, Rasulullah berkata sambil mengangkat tangan Ali, “Dia adalah saudaraku, penerima wasiatku, dan penerusku. Hendaklah kalian menaatinya.” Kegaduhan pun terjadi.

Pada hari-hari selanjutnya, Nabi Muhammad terus berdakwah dari kerabatnya hingga kepada penduduk Mekkah pada umumnya. Namun, dakwahnya tidak banyak mendapat tanggapan dari penduduk Mekkah. Hanya sedikit orang yang mempercayai ajaran agama Islam. Meskipun  demikian, Rasulullah tidak berputus asa.

Ali bin Abu Thalib Berhijrah Ke Madinah

Pada suatu masa, Rasulullah memerintahkan kaum muslim untuk berhijrah ke Madinah. Hal itu membuat kaum musyrik Quraisy sangat khawatir. Mereka mengira bahwa kaum muslim akan bergabung dengan suku Aus dan suku Khazraj yang terkenal sangat pemberani.

Keadaan demikian membuat kaum musyrik Quraisy bersepakat untuk membunuh Rasulullah. Setelah itu, beberapa orang kaum musyrik Quraisy mengepung rumah Rasulullah. Sementara itu, Rasulullah yang ada di dalam rumah meminta Ali untuk tidur di tempat tidur Rasulullah. Selain itu, Rasulullah juga meminta Ali untuk menggunakan selimut Rasulullah. Ketika itu, Ali telah menjadi seorang pemuda yang gagah. Ali pun segera melaksanakan permintaan Rasulullah. Setelah itu, Nabi Muhammad meninggalkan rumahnya menuju ke rumah Abu Bakar. Dari rumah Abu Bakar, Rasulullah dan Abu Bakar berhijrah ke Madinah.

Orang-orang musyrik yang mengintip rumah melihat seseorang berselimut. Mereka menganggap orang yang berselimut itu adalah Rasulullah. Selanjutnya, mereka mendobrak pintu dan berlari ke arah tempat tidur Rasulullah. Namun, mereka  terkejut ketika melihat orang yang terbaring bukanlah Rasulullah, tetapi Ali bin Abu Thalib. Mereka tidak menyerang Ali karena  Ali bukanlah sasaran mereka.

Setelah beberapa lama, Ali dan kerabat-kerabatnya yang perempuan meninggalkan Kota Mekkah menuju ke Madinah. Karena itu, beberapa orang musyrik mengejar rombongan Ali. Saat mengetahuinya, Ali bersiap diri menghadapi orang-orang yang mengejarnya. Ia menempatkan kerabat perempuan dan unta-untanya di tempat yang aman. Setelah itu, ia menghadang orang-orang mengejarnya. Seorang pemuda musyrik menentangnya sehingga terjadi perkelahian. Perkelahian itu berakhir dengan tewasnya pemuda musyrik tersebut. Mengetahui temannya terbunuh, mereka ketakutan dan berlari meninggalkan Ali.

Ali dan rombongannya melanjutkan perjalanan ke Madinah. Mereka menempuh perjalanan yang sangat melelahkan. Sementara itu, Rasulullah yang telah berada di Quba sangat cemas karena di dalam rombongan Ali juga terdapat putri kesayangannya, yaitu Fatimah Az-Zahra.

Ketika Rasulullah melihat kedatangan Ali dan rombongannya, ia sangat gembira dan lega. Rasulullah juga terharu ketika melihat Ali yang sangat kelelahan hingga tidak mampu berjalan. Kaki Ali membengkak karena jauhnya perjalanan. Kemudian, Rasulullah mengusap kaki Ali dengan air liurnya. Seketika, kaki Ali yang membengkak menjadi sembuh.

Ali bin Abu Thalib Menikah Dengan Fatimah Az-Zahra

Setelah beberapa lama tinggal di Madinah, beberapa sahabat melamar putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra. Di antara sahabat yang melamar ialah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Namun semuanya ditolak oleh Rasulullah dengan halus.

Pada saat itu, diantara sahabat yang terdekat dengan Rasulullah hanya Ali yang tidak melamar Fatimah. Abu Bakar menanyakan hal itu kepada Ali.  Sebenarnya, Ali sangat mencintai Fatimah. Namun, Ali merasa tidak memilik apa-apa. Mengetahui hal itu, Abu Bakar memberi semangat dan mendorongnya untuk melamar Fatimah.

Akhirnya, Ali memberanikan diri untuk melamar Fatimah. Ketika datang ke rumah Rasulullah, Ali disambut hangat oleh Rasulullah. Lamaran Ali pun diterima Rasulullah, kemudian Rasulullah menikahkan Ali dengan Fatimah dengan maskawin baju besi. Dengan pernikahan tersebut, hubungan kekerabatan Ali dan Rasulullah semakin dekat. Ali bin Abu Thalib adalah sepupu dan menantu Rasulullah.

Ali bin Abu Thalib Pembawa Bendera Islam

Ali bin Abu Thalib bukan hanya pendukung dakwah Rasulullah, ia juga berjuang bersama Rasulullah di medan perang. Dengan keahliannya memainkan pedang, Ali menggempur musuh-musuh  Allah.

Suatu masa, Ali bin Abu Thalib turut serta bertempur di Uhud. Pasukan Quraisy berhasil mendesak pasukan muslim. Saat itu, Mush’ab bin Umair menjadi pembawa bendera Islam. Pasukan Quraisy berhasil mendesak pasukan muslim dan Mush’ab pun gugur. Ketika  bendera Islam jatuh dari tangan Mush’ab, Ali segera mengambil bendera Islam tersebut. Tangan kirinya memegang bendera dan tangan kanannya memegang pedang untuk menangkis serangan musuh.

Pada masa perang Khaibar, Ali juga membuktikan keberaniannya, ketika itu, Pasukan  muslim mengalami kesulitan dalam menembus benteng pertahanan musuh. Rasulullah berkata, “Esok hari, aku akan menyerahkan bendera Islam kepada seseorang yang mencintai dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, melalui tangannya , kita akan menang di Perang Khaibar ini.”

Pada pagi harinya, Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib. Ternyata, Rasulullah menyerahkan bendera Islam kepada Ali, “Bawahlah dan jagalah dengan baik bendera Islam ini hingga Allah memberikan kemenangan kepadamu.”

Ali memimpin pasukan Islam untuk menyerang benteng musuh, Ali menerobos benteng musuh seorang diri, saat  itu musuh menghujaninya dengan anak panah. Namun Ali tetap menerobos benteng dengan menaiki pintu gerbang. Setelah berhasil masuk ke dalam benteng, Ali membuka pintu gerbangnya. Dengan demikian, pasukan muslim dapat masuk melewati benteng musuh. Akhirnya, pasukkan Islam mampu melumpuhkan perlawanan musuh, perkataan Rasulullah pun benar-benar terjadi dan terbukti.

Ali bin Abu Thalib Menjadi Khalifah

Para sahabat memandang Ali bin Thalib sebagai seorang yang memiliki kedudukkan yang penting. Tidak mengherankan jika khalifah sering kali meminta nasihat kepada Ali. Pada saat Abu Bakar menjadi khalifah, ia sering kali meminta pertimbangan kepada Ali. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, ia juga meminta nasihat kepada Ali. Masa itu, Ali juga menyarankan agar Khalifah Umar bin Khattab membuat perhitungan tahun dengan mengacu pada peristiwa hijrahnya Rasulullah. Saran itu diterima oleh Umar bin Khattab, sehingga sejak itu berlaku penanggalan tahun Hijriah.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Ali juga menjadi penasihat Utsman. Ia sering kali mengingatkan Utsman tentang kebijakkannya yang mengangkat pegawai dari kaum kerabatnya sendiri. Apabila para pegawai melakukan kesalahan, Utsman tidak berani memecat mereka. Pada masa itu banyak terjadi pemberontakan. Ali juga  turut serta dalam  meredam pemberontakan. Namun, kekuatan pemberontakkan begitu kuat hingga pemberontakan tersebut menyebabkan Utsman terbunuh pada saat  sedang membaca Al- Qur’an.

Setelah Utsman mati syahid, kaum muslim bermusyawarah  untuk memilih khalifah yang baru, Saat itu mereka memutuskan untuk mengangkat Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah. Setelah itu menjadi khalifah yang keempat, Ali memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah, Irak.

Sekali pun telah menjadi seorang khalifah, Ali dan keluarganya tetap hidup sederhana. Ia pernah terlihat membeli barang di pasar sendirian, ia membawa sendiri barang-barang  yang telah dibelinya. Ia sering kali memantau keadaan rakyatnya. Jika ada rakyatnya yang membutuhkan pertolongan, ia akan langsung membantunya. Demikianlah, Ali menjadi pemimpin yan bijaksana dan sangat sederhana.   
 
Oleh Sugiasih, S.Si.