Maaf nih brother…sedikit melenceng dari tema permotoran. Judul tersebut pastinya akan banyak membikin polemik. Khususnya kita yang suka reformasi. Namun tidak bisa dipungkiri, dibelahan sisi lain banyak orang yang berpendapat seperti itu, khususnya para golongan menengah kebawah………….
Sering ngobrol ketika lagi tambal ban atau nongkrong beli sekoteng pinggir jalan bahwa mereka merindukan jaman Soeharto. Digambarkan oleh mereka segalanya begitu terjangkau….bawa uang seperak namun selalu cukup. Cari kerja gampang dll……nah lho, gimana bisa begitu. Pemerintah harusnya malu terhadap keluhan rakyat. Boleh saja pemerintah klaim ekonomi kita meningkat, tapi yang nikmati siapa??…yang dikorbanin siapa?? paling rakyat juga. Sebagai wong cilik kita tidak membutuhkan teori yang muluk-muluk. Sederhana keinginan masyarakat……sekolah dan harga sembako murah, cari kerja gampang serta kemakmuran kehidupan sehari-hari meningkat. Itu saja. Namun kini semua seperti menguap tidak dirasakan sama sekali.
Sebagai ilustrasi…sekolah. Saat ini untuk masuk TK di Jakarta setidaknya brother harus mengeluarkan doku 3 – 5juta rupiah pertama kali masuk…kemudian perbulan antara 150 – 300ribu tergantung kebijakan masing-masing sekolahan. Itu belum tercatat sekolah SD – SMA yang makin mahal saja. Walau program pendidikan gratis dicanangkan…namun banyak fakta miring dilapangan. Yang paling bikin kesel adalah para ibu-ibu. Sembako makin meroket namun tidak dibarengi kemampuan belanja. Apalagi pemerintah terkesan adem ayem selalu menyalahkan faktor eksternal seperti cuaca buruk dll.
Alhasil dibeberapa daerah banyak ditemui wong cilik tidak mampu beli beras terpaksa makan nasi aking…sudah seperti jaman perjuangan tahun 1945. Parahnya lagi para petani ternyata tidak merasakan dampaknya. Lha gimana…mayoritas bahan makanan diimpor dari luar negeri. Padahal katanya negara agraris…Opo ora miris!! Jadi jangan heran jika brother sebagai karyawan gaji tiap tahun naik tapi rasanya sami mawon…alias impas tidak berpengaruh siknifikan. Lawong semua harga juga naik…jadi dengan kata lain kemakmuran masih jauhhhh dari harapan…..
Kalau brother datang dari generasi jadul (halah) pasti pernah merasakan jaman keemasan Indonesia. Masa dimana semua barang murah meriah. Exchange rate nilai rupiah begitu kuat ( 1 USD : 2,400 rupiah). Duit 50,000 dikantong berani petentang-petenteng dengan gagah traktir teman. Era dimana Malaysia tidak berani pecicilan.
Menurut berbagai sumber negara Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto sangat disegani. Dari segi ekonomi atensi pemerintah terhadap masyarakat kecil begitu terasa. Posyandu, listrik masuk desa, pembangunan jalan serta ekonomi meroket signifikan. Tercatat 80% infrastruktur jalan adalah peninggalan era Orba. Lha sekarang….boro-boro nambahin jalan, nambal lubang aja bisa 3 bulan baru dikerjakan. Mau ada korban tewas tersungkur ataupun protes masyarakat…judule ora urussss!!!.
Penggusuran seminim mungkin dihindari. Coba bandingkan dengan sekarang tindakan Satpol PP seakan direstui oleh pihak penguasa. Mereka yang sudah tinggal sejak tahun 70an harus rela menangis kehilangan tempat tinggal karena kalah dalam pengadilan. Padahal surat tanah lengkap dan syah. Namun tiba-tiba ada pihak lain klaim punya surat yang sama dan kebetulan orang berduit pengusaha besar. Ujungnya bisa ditebak…..yang kuat pasti menang. Saya ingat atas kata-kata Hibino san, seorang Presdir perusahaan Jepang yang pernah bekerja diIndonesia pada tahun 1994 dan kembali lagi keIndonesia pada tahun 2007. Beliau mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia sekarang sudah mendekati kapitalis alias jauh dari kerakyatan. Jika sistem ini terus berjalan maka yang kaya bakal makin kaya dan yang miskin bakal makin miskin.
Jurang kemiskinan hanya tinggal menunggu waktu. Entahlah…apa benar ucapan pria tua Jepang tersebut. Namun kalau direnungkan dan dirasakan mungkin ada benarnya…..jauh dari pro rakyat. Pintarnya para elit politik yang bercokol selalu menggembar-gemborkan bahwa utang jaman Orba biang tidak berkembangnya ekonomi kita. Yup…wong cilik seperti kita ini memang sering dikibulin. Sayang semua jasa Soeharto seperti menguap tidak berbekas ketika para kompetitor politiknya mengekpos segala kekurangan……
Apakah ini berarti era mbah Harto tidak ada kekurangannya?? tidak juga. Raport hitam yang bisa dicatat pada masa Orba diantaranya HAM carut marut, perhatian PNS kurang, Korupsi bergentayangan (menurut survei korupsi Indonesia kini semakin menjadi), pembungkaman pendapat dll. Diperparah oleh tingkah laku anak-anaknya yang menggunakan kekuasaan bapaknya untuk memperkaya diri.
Sementara Soeharto sebagai bapak seperti tidak kuasa menolak keinginan sang anak karena tertutup rasa sayang membabi buta. Yah…seperti pepatah bilang, didunia ini memang tidak ada yang sempurna. Diatas kekurangan yang kita sebutkan tadi, kita harus akui bahwa jaman presiden RI kedua dulu memang lebih baik dibanding sekarang khususnya teori ekonominya yang kerakyatan. Tidak usah rumit menggunakan ilmu buku, survei saja dan minta testimoni mereka mayoritas bakal mengiyakan pendapat ini.
Terakhir……kita hanya bisa berdoa semoga masih ada pemimpin yang amanah. Pemimpin yang mau memikirkan wong cilik secara sungguh-sungguh supaya bangsa ini betul-betul menjadi makmur seutuhnya. Sehingga tidak ada lagi penggusuran. Tidak ada lagi busung lapar. Tidak ada lagi masyarakat yang memakan nasi aking. Tidak ada lagi ibu yang menangis karena tidak mampu membelikan susu anaknya….cukup sudah. Biarlah jiwa para pahlawan yang berkorban demi tegaknya bangsa ini tersenyum bahagia melihat bangsa Indonesia Merdeka secara sesungguhnya. Merdeka dari belenggu kemiskinan dan kebatilan penguasa. Semoga (kaskus.us)
Sering ngobrol ketika lagi tambal ban atau nongkrong beli sekoteng pinggir jalan bahwa mereka merindukan jaman Soeharto. Digambarkan oleh mereka segalanya begitu terjangkau….bawa uang seperak namun selalu cukup. Cari kerja gampang dll……nah lho, gimana bisa begitu. Pemerintah harusnya malu terhadap keluhan rakyat. Boleh saja pemerintah klaim ekonomi kita meningkat, tapi yang nikmati siapa??…yang dikorbanin siapa?? paling rakyat juga. Sebagai wong cilik kita tidak membutuhkan teori yang muluk-muluk. Sederhana keinginan masyarakat……sekolah dan harga sembako murah, cari kerja gampang serta kemakmuran kehidupan sehari-hari meningkat. Itu saja. Namun kini semua seperti menguap tidak dirasakan sama sekali.
Sebagai ilustrasi…sekolah. Saat ini untuk masuk TK di Jakarta setidaknya brother harus mengeluarkan doku 3 – 5juta rupiah pertama kali masuk…kemudian perbulan antara 150 – 300ribu tergantung kebijakan masing-masing sekolahan. Itu belum tercatat sekolah SD – SMA yang makin mahal saja. Walau program pendidikan gratis dicanangkan…namun banyak fakta miring dilapangan. Yang paling bikin kesel adalah para ibu-ibu. Sembako makin meroket namun tidak dibarengi kemampuan belanja. Apalagi pemerintah terkesan adem ayem selalu menyalahkan faktor eksternal seperti cuaca buruk dll.
Alhasil dibeberapa daerah banyak ditemui wong cilik tidak mampu beli beras terpaksa makan nasi aking…sudah seperti jaman perjuangan tahun 1945. Parahnya lagi para petani ternyata tidak merasakan dampaknya. Lha gimana…mayoritas bahan makanan diimpor dari luar negeri. Padahal katanya negara agraris…Opo ora miris!! Jadi jangan heran jika brother sebagai karyawan gaji tiap tahun naik tapi rasanya sami mawon…alias impas tidak berpengaruh siknifikan. Lawong semua harga juga naik…jadi dengan kata lain kemakmuran masih jauhhhh dari harapan…..
Kalau brother datang dari generasi jadul (halah) pasti pernah merasakan jaman keemasan Indonesia. Masa dimana semua barang murah meriah. Exchange rate nilai rupiah begitu kuat ( 1 USD : 2,400 rupiah). Duit 50,000 dikantong berani petentang-petenteng dengan gagah traktir teman. Era dimana Malaysia tidak berani pecicilan.
Menurut berbagai sumber negara Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto sangat disegani. Dari segi ekonomi atensi pemerintah terhadap masyarakat kecil begitu terasa. Posyandu, listrik masuk desa, pembangunan jalan serta ekonomi meroket signifikan. Tercatat 80% infrastruktur jalan adalah peninggalan era Orba. Lha sekarang….boro-boro nambahin jalan, nambal lubang aja bisa 3 bulan baru dikerjakan. Mau ada korban tewas tersungkur ataupun protes masyarakat…judule ora urussss!!!.
Penggusuran seminim mungkin dihindari. Coba bandingkan dengan sekarang tindakan Satpol PP seakan direstui oleh pihak penguasa. Mereka yang sudah tinggal sejak tahun 70an harus rela menangis kehilangan tempat tinggal karena kalah dalam pengadilan. Padahal surat tanah lengkap dan syah. Namun tiba-tiba ada pihak lain klaim punya surat yang sama dan kebetulan orang berduit pengusaha besar. Ujungnya bisa ditebak…..yang kuat pasti menang. Saya ingat atas kata-kata Hibino san, seorang Presdir perusahaan Jepang yang pernah bekerja diIndonesia pada tahun 1994 dan kembali lagi keIndonesia pada tahun 2007. Beliau mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia sekarang sudah mendekati kapitalis alias jauh dari kerakyatan. Jika sistem ini terus berjalan maka yang kaya bakal makin kaya dan yang miskin bakal makin miskin.
Jurang kemiskinan hanya tinggal menunggu waktu. Entahlah…apa benar ucapan pria tua Jepang tersebut. Namun kalau direnungkan dan dirasakan mungkin ada benarnya…..jauh dari pro rakyat. Pintarnya para elit politik yang bercokol selalu menggembar-gemborkan bahwa utang jaman Orba biang tidak berkembangnya ekonomi kita. Yup…wong cilik seperti kita ini memang sering dikibulin. Sayang semua jasa Soeharto seperti menguap tidak berbekas ketika para kompetitor politiknya mengekpos segala kekurangan……
Apakah ini berarti era mbah Harto tidak ada kekurangannya?? tidak juga. Raport hitam yang bisa dicatat pada masa Orba diantaranya HAM carut marut, perhatian PNS kurang, Korupsi bergentayangan (menurut survei korupsi Indonesia kini semakin menjadi), pembungkaman pendapat dll. Diperparah oleh tingkah laku anak-anaknya yang menggunakan kekuasaan bapaknya untuk memperkaya diri.
Sementara Soeharto sebagai bapak seperti tidak kuasa menolak keinginan sang anak karena tertutup rasa sayang membabi buta. Yah…seperti pepatah bilang, didunia ini memang tidak ada yang sempurna. Diatas kekurangan yang kita sebutkan tadi, kita harus akui bahwa jaman presiden RI kedua dulu memang lebih baik dibanding sekarang khususnya teori ekonominya yang kerakyatan. Tidak usah rumit menggunakan ilmu buku, survei saja dan minta testimoni mereka mayoritas bakal mengiyakan pendapat ini.
Terakhir……kita hanya bisa berdoa semoga masih ada pemimpin yang amanah. Pemimpin yang mau memikirkan wong cilik secara sungguh-sungguh supaya bangsa ini betul-betul menjadi makmur seutuhnya. Sehingga tidak ada lagi penggusuran. Tidak ada lagi busung lapar. Tidak ada lagi masyarakat yang memakan nasi aking. Tidak ada lagi ibu yang menangis karena tidak mampu membelikan susu anaknya….cukup sudah. Biarlah jiwa para pahlawan yang berkorban demi tegaknya bangsa ini tersenyum bahagia melihat bangsa Indonesia Merdeka secara sesungguhnya. Merdeka dari belenggu kemiskinan dan kebatilan penguasa. Semoga (kaskus.us)
Posting Komentar