Isu NII Dipelihara Intelijen untuk Komoditas Politik dan Pembusukan Islam

Pembiaran pemerintah terhadap kasus Negara Islam Indonesia (NII) KW-9 yang sangat meresahkan umat, disinyalir sebagai upaya sistematis dan permainan intelijen untuk mendiskreditkan Islam.
Menurut Front Pembela Islam (FPI), menyebarnya kasus cuci otak dan hilangnya beberapa mahasiswa terkait perekrutan jaringan NII adalah bagian dari isu yang dirancang secara sistematis untuk mencoreng citra Islam.
"Kalau kami lihat, NII yang diisukan ini NII palsu, ini bagian dari permainan intelijen, sengaja ada upaya untuk mem-blow up isu itu," kata juru bicara FPI, Munarman, Jumat, 29 April 2011. "Negara memanfaatkan isu untuk melakukan black propaganda. Kami tidak akan masuk ke permainan bodoh seperti ini."
Dijelaskan Munarman, sejak awal NII memang sengaja dipelihara. Tujuannya, kata dia, anti negara Islam. "Mestinya masyarakat tahu bahwa ini bagian dari upaya pembusukan Islam," tambah dia.
....Negara memanfaatkan isu untuk melakukan black propaganda....
Munarman mengaku punya bukti bahwa NII terkait intelijen. "Ada tokoh intelijen yang ramai disebut media termasuk di dalamnya. Kami ada bukti video, waktu dia masih jadi kepala intelijen," kata dia, tanpa menyebut siapa tokoh yang dimaksud.
Video tersebut, jelas dia, menunjukkan kehadiran tokoh intelijen tersebut menghadiri acara wisuda di lembaga pendidikan yang diduga terkait NII. "Video itu sudah kami edarkan ke masyarakat dan ormas Islam lain," kata dia.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Menurut Din, sikap pemerintah bersikap mendua terhadap permasalahan NII. Di satu sisi pemerintah menganggapnya sebagai ancaman, namun di sisi lain pemerintah memperalatnya untuk kepentingan politik.
"Ada sikap yang mendua, dalam arti hal ini dianggap ancaman, tapi negara juga menggunakan isu ini sebagai isu politik untuk mendiskreditkan umat Islam. Kami dari ormas Islam menjadi merasa tersinggung dan sakit hati," kata Din Syamsuddin di sela-sela acara Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah di Jl Menteng Raya, Jakarta, Kamis (28/4/2011).
....negara juga menggunakan isu NII sebagai isu politik untuk mendiskreditkan umat Islam....
Menurut Din, negara menggunakan isu tersebut untuk mencegah pergerakan politisi Islam di dunia politik. Padahal mayoritas tokoh Islam sudah jelas sikapnya dalam mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Dulu negara menggunakan isu Islam militan untuk memukul umat Islam, contohnya Komando Jihad. Isu ini sengaja dibuat untuk mendiskreditkan umat Islam agar tidak muncul di politik. Padahal mayoritas umat Islam sikapnya sudah jelas untuk mendukung NKRI," katanya.
Din berpendapat, pemerintah harus mengerahkan badan yang dimilikinya untuk menanggulangi permasalahan ini karena apabila hanya ditangani oleh ormas Islam, cakupannya masih terbatas.
"Ini kasus sudah ada, pemerintah harus introspeksi bahwa ada tugas negara yang tidak dijalankan dengan baik. Di Kementerian Agama ada Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam yang bertugas untuk membimbing umat. Kalau ormas itu ada keterbatasan, Muhammadiyah hanya bisa membimbing umat Muhammadiyah. Maka pemerintah harus lebih maksimal," katanya.
Din juga mensinyalir adanya sikap pembelaan, pembiaran, bahkan pemeliharaan dari pejabat atau mantan pejabat tinggi negara terhadap NII. "Si pejabat atau mantan pejabat itu sering datang ke acara-acara yang diindikasikan diadakan NII. Tapi kami tidak bisa menyebut satu persatu mantan pejabat itu," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Umat Islam (MUI) Amidhan mensinyalir dugaan adanya backing yang mempertahankan keberadaan NII. Pasalnya, kasus NII sudah ada sejak lama. Mustahil jika kabar ini tidak sampai di telinga pemerintah. Maka pemerintah harus segera bertindak para backing itu.
"Ini kan sudah lama, sudah dari dulu. Seolah ada backing, sehingga susah diungkap. Pemerintah harus bertindak," ujar Amidhan, Rabu (27/4/2011). "Ini kan sudah diketahui aparat negara, diketahui BIN, setidaknya mereka bisa bertindak," imbuhnya.
....Ini kan sudah lama, sudah dari dulu. Seolah ada backing, sehingga susah diungkap. Pemerintah harus bertindak....
Amidhan meminta pemerintah menangani masalah ini secara serius agar tidak terkesan adanya pembiaran. Dia juga berharap agar pemerintah menindak 'backing' NII.
"Kalau ada yang menjadi backing harus menindak tuntas. Karena ini yang dirugikan umat Islam, mereka menggunakan nama agama, dan merugikan bangsa ini," ucapnya.
Sebelumnya, terkait dugaan keterkaitan NII dengan intelijen dibantah pemerintah. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto mengatakan, tak ada keterlibatan TNI dan intelijen di balik gerakan yang disebut akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. "Kayak kurang pekerjaan saja TNI sama intelijen," ujarnya.
Sementara, Kepala Badan Intelijen Negara, Sutanto, meminta masyarakat untuk tidak mengait-ngaitkan intelijen dengan Pesantren Al-Zaytun—yang diduga basis NII. "Jangan berpikir pada masa lalu. Sekarang transparan. Masyarakat bisa melihat apa yang kami lakukan," ujar mantan Kapolri ini.
Disebut-sebut memiliki kedekatan dengan sejumlah jendral TNI dan intelijen, Pengasuh Pondok Pesantren Al Zaytun -yang oleh banyak kalangan diklaim sebagai markas NII-  Abdul Salam Panji Gumilang tidak menampik. Ia bahkan bangga memiliki kedekatan dengan beberapa jendral dan intelijen, di antaranya Wiranto dan mantan  Kepala BIN Hendropriyono.
"Keduanya  sering ke sini (ke Ma'had Az-Zaytun, red). Saya itu dekat dengan Pak Hendro dan Pak Wiranto karena  sering ke sini," kata Panji Gumilang, Jumat (29/4/2011). [taz/dbs]