Tetapi sebaliknya, sulit untuk mengidentifikasi diri sendiri apakah sikap mengontrol yang selama ini dilakukan masih dalam tahap wajar.
Judith Orloff, MD, penulis buku 'Emotional Freedom: Liberate Yourself From Negative Emotions and Transform Your Life', mengungkap tiga kalimat yang sering terucap dari mulut si gila kontrol.
- "Aku mulai mengatakan pada banyak orang apa yang harus dilakukan. Termasuk mengklaim bahwa aku tahu yang terbaik untuk mereka."
- "Aku ingin melakukan sesuatu dengan caraku sendiri dan tak ingin berkompromi."
- "Aku menjadi sangat dominan dan sangat memaksa. Aku jadi kurang spontan dan kaku."
Jika tiga hal tersebut sering Anda pikirkan atau ucapkan, kemungkinan besar Anda termasuk pengontrol sejati. Menurut Dr Orloff, orang-orang yang merasa lepas kendali cenderung sangat mengontrol.
"Jauh di dalam hatinya mereka sangat takut gagal. Sehingga, mereka terikat kecemasan. Kemungkinan, orang yang gila kontrol memiliki masa kecil yang berantakan, orangtuanya pecandu atau pernah ditelantarkan. Hal ini membuat mereka sulit percaya atau dikontrol orang lain," katanya.
Sikap kontrol yang ketat ini bukan hanya dilakukan pada orang lain. Si gila kontrol juga menerapkannya pada diri sendiri. "Mereka bisa sangat fanatik dalam menghitung asupan karbohidrat, menjadi gila kerja atau pecandu kebersihan," kata Orloff.
Dalam psikiatri konvensional, sikap mengontrol yang ekstrim ini, masuk dalam kategori gangguan obsesif kompulsif. Ditandai dengan sikap yang kaku, sibuk dengan hal detil, peraturan, mendominasi orang lain, serta mengorbankan fleksibilitas dan keterbukaan.
Jika dibiarkan, sikap ini bisa berdampak buruk dalam hubungan personal. Baik dengan pasangan maupun dengan keluarga, teman atau rekan kerja. Orloff menyarankan, untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi sikap ini, mintalah bantuan orang lain.
"Mintalah pada pasangan atau teman, untuk memperingatkan saat sikap mengontrol Anda mulai berlebihan," katanya. (pie)
Dalam psikiatri konvensional, sikap mengontrol yang ekstrim ini, masuk dalam kategori gangguan obsesif kompulsif. Ditandai dengan sikap yang kaku, sibuk dengan hal detil, peraturan, mendominasi orang lain, serta mengorbankan fleksibilitas dan keterbukaan.
Jika dibiarkan, sikap ini bisa berdampak buruk dalam hubungan personal. Baik dengan pasangan maupun dengan keluarga, teman atau rekan kerja. Orloff menyarankan, untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi sikap ini, mintalah bantuan orang lain.
"Mintalah pada pasangan atau teman, untuk memperingatkan saat sikap mengontrol Anda mulai berlebihan," katanya. (pie)
Posting Komentar