Dunia Nabi ~ Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang sahabat pada awal Rasulullah berdakwah. Ia juga termasuk salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah .
Ketika itu, Abu Bakar menemui Abdurrahman bin Auf. Ia menyampaikan ajaran Islam yang penuh dengan kebenaran. Hati dan pikiran Abdurrahman pun tergugah. Tidak ada sedikitpun keraguan terhadap ajaran Islam. Sejak itu, ia meyakini agama Islam. Ia adalah salah seorang dari delapan orang yang paling awal masuk agama Islam.
Pada awal keislamannya, ia tidak luput dari penganiayaan kaum Quraisy. Setelah itu, ia juga salah seorang dari kaum muslim yang berhijrah ke Habsyi. Saat Rasulullah memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Setelah itu, Abdurrahman selalu menyertai perjuangan Rasulullah di medan perang.
Sejak memeluk agama Islam, Abdurrahan bin Auf menjadi muslim yang taat dan patuh kepada perintah Allah swt, dan Rasul-Nya. Demikianlah Abdurrahman bin Alif memilih jalan yang lurus.
Abdurrahman bin Auf Saudagar Yang Sukses
Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaannya diperoleh dari hasil perniagaan yang halal.
Saat Abdurrahman tidak shalat di masjid dan berjuang bersama Rasulullah, ia mengisi waktunya dengan berdagang. Hasil perniagaan itu telah memberinya keuntungan yang besar, bahkan ia sendiri keheranan dengan keuntungan yang terus-menerus diterimanya. Ia berkata, “Sesungguhnya kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu, niscaya akan kutemukan di bawahnya emas dan perak.”
Sekalipun demikian, Abdurrahman bukanlah orang yang rakus atau tamak terhadap harta. Ia tidak menggunakan harta itu untuk bermewah-mewah. Dengan harta itu, ia berusaha mendekatkan diri kepada Allah, yaitu dengan menyedekahkan hartanya di jalan Allah.
Abdurrahman bin Auf memang seorang saudagar yang sukses. Barang apa saja yang diperjual belikan olehnya akan memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan oleh niat Abdurrahman bin Auf berdagang adalah untuk mencari ridha Allah swt. Dalam berdagang, ia menggunakan modal dan barang dagangan yang halal. Bahkan, ia menjauhi syubhat (kekurang jelasan sesuatu apakah halal atau haram karena kurang jelas status hukumnya).
Ia tidak menikmati sendiri kekayaannya. Ia pernah membagi-bagikan uang sebesar 40.000 dirham kepada seluruh keluarganya, isteri nabi, dan kaum fakir miskin. Ia juga mendukung perjuangan di medan perang dengan memberikan 500 ekor kuda untuk tentara Islam. Bahkan hampir seluruh penduduk Madinah pernah memperoleh pemberian hartanya. Abdurrahman menjadi orang yang kaya raya dan juga dermawan.
Kekayaannya tidak menjadikan dirinya gembira secara berlebihan. Ia akan menjadi gembira bila telah menyedekahkan hartanya untuk orang-orang yang membutuhkan. Suatu ketika, Abdurrahman bin Auf menjamu para sahabat dirumahnya. Saat bersiap hendak memakan makanan yang telah terhidang, tiba-tiba ia menangis, Ketika ditanyakan penyebab ia menangis, ia berkata, “Rasulullah saw, telah wafat dan tidak pernah beliau dan keluarganya makan roti gandum sampai kenyang. Apa harapan kita apabila diperpanjangkan usia, tetapi tidak menambah kebaikkan bagi kita”?.
Pada suatu ketika, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Ibnu Auf, engkau termasuk golongan orang kaya dan akan masuk surga secara perlahan-lahan.
Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah akan mempermudah langkahmu.” Sejak itu ia menyadari bahwa kekayaannya harus dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Ia pun banyak mendermakan harta kekayaannya di jalan Allah.
Abdurrahman menghindarkan diri dari pengaruh buruk, kekayaan yang banyak. Ia tidak berlaku sombong sekalipun kekayaannya sangat besar. Ia juga tidak berlaku sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri. Ia juga tidak tertarik untuk menjadi penguasa yang biasanya sangat diinginkan olah orang kaya.
Menjelang ajal Umar bin Khattab, para sahabat utama berkumpul untuk memilih khalifah pengganti. Ketika itu, para sahabat setuju untuk menunjuk Abdurrahman bin Auf. Namun, Abdurrahman bin Auf dengan tegas menolaknya. Ia berkata, “Demi Allah. Lebih baik ambil pisau dan letakkan di atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus kesebelah dari pada aku menerima jabatan yang diberikan tersebut.”
Demikianlah, Abdurrahman bin Auf adalah orang kaya yang tidak dikendalikan oleh hartanya. Justru, ia mengendalikan kekayaannya. Hartanya tidak mampu menyesatkan dirinya dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam agama Islam. Sungguh, orang yang demikian akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah swt.
Kedermawanan Abdurrahman bin Auf
Apabila diceritakan tentang kedermawanan Abdurrahman bin Auf, kisahnya akan menjadi kisah yang sangat panjang. Di bawah ini merupakan salah satu cerita dari sekian banyak cerita kedermawanan sang saudagar.
Pada suatu ketika, dari arah pinggiran Kota Madinah terdapat debu-debu yang bergumpal-gumpal memenuhi udara. Debu-debu itu begitu tebal hingga menutup pandangan orang. Orang-orang mengira telah terjadi badai pasir. Setelah beberapa lama angin bertiup, debu-debu semakin menipis. Semakin lama pandangan mata semakin jelas. Saat itulah penduduk Madinah mengetahui bahwa hal itu bukanlah badai pasir. Ternyata, kafilah dalam jumlah besar datang ke Kota Madinah. Kafilah itu dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf. Dalam kafilah itu ada 700 hewan kendaraan yang masing-masing penuh dengan muatan yang dibutuhkan oleh penduduk Madinah. Orang-orang pun memanggil yang lain untuk meyakinkan kafilah tersebut.
Berita kedatangan Abdurrahman bin Auf dan 700 kendaraannya sampai juga di telinga Aisyah. Kemudian, Aisyah berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw, bersabda Aku lihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!”
Setelah itu, Abdurrahman bin Auf menemui Aisyah. Ia berkata, “Engkau telah mengingatkanku pada suatu hadits yang tak pernah aku lupakan. Aku mengharapkan engkau menjadi saksi bahwa kafilah ini beserta muatan dan kendaraannya aku persembahkan di jalan Allah.” Muatan barang dan kendaraannya yang berjumlah 700 dibagikan kepada seluruh penduduk Madinah.
Peristiwa ini menunjukkan betapa besar tingkat kedermawanan Abdurrahman bin Auf. Ia menggunakan kekayaannya untuk bekal di akhirat nanti, yaitu dengan cara menyedekahkan hartanya di jalan Allah, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Surat Al-Baqarah ayat 262).
Oleh Sugiasih, S.Si.
Posting Komentar