Dunia Nabi ~ Khaulah binti Tsa’labah adalah seorang wanita salihah dan cerdas. Ia adalah istri dari Aus bin Shamit bin Qais, sementara Aus bin Shamit adalah saudara dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu Anhu, seorang sahabat Nabi.
Pada suatu hari, Khaulah dan Aus menghadapi suatu permasalahan. Aus begitu marah dan berkata Khaulah, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.” Setelah berkata demikian Aus keluar rumah dan berbincang dengan beberapa orang. Setelah beberapa lama, Aus kembali masuk rumah. Ia mengajak berhubungan dengan Khaulah. Namun, Khaulah menolaknya karena perkataan yang diucapkan oleh Aus Menurut Khaulah, Aus tidak dapat berhubungan dengannya sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang kejadian yang mereka alami. Pada zaman Jahiliah, perkataan Aus yang menyamakan Khaulah dengan punggung ibunya sudah sama dengan menalak istrinya. Perkataan Aus yang demikian di sebut zhihar.
Kemudian, Khaulah mendatangi Rasulullah. Ia menceritakan kejadian yang di alaminya. Rasulullah menjawab bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. Rasulullah juga berkata, “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia.” Mendengar jawaban Rasulullah, Khaulah menjadi sedih karena hal itu artinya dirinya dan suaminya harus bercerai. Ia berusaha menjelaskan akibatnya kepada Rasulullah jika dirinya dan Aus bercerai. Akan tetapi, Rasulullah tetap memberi keputusan yang sama dengan berkata, “Engkau tetap haram baginya (suami Khaulah)”.
Selanjutnya, Khaulah selalu memohon kepada Allah agar memberi keputusan tentang permasalahan yang dihadapinya. Ia mengadu kepada Allah Yang Maha Bijaksana. Khaulah mengisi hari-harinya dengan terus berdoa kepada Allah swt.
Akhirnya, Allah menurunkan ayat-ayat yang berkaitan dengan zhihar yang dialami Khaulah. Ayat-ayat itu adalah ayat 1-4 Surat Mujaadilah. Orang-orang yang hendak menarik kembali ucapan zhihar maka mereka wajib memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Apabila tidak dapat memerdekakan budak, orang tersebut wajib berpuasa dua bulan berturut-turut (60 hari) sebelum keduanya bercampur. Apabila tidak mampu berpuasa, orang tersebut wajib memberi makan sebanyak 60 orang miskin.
Setelah turunnya ayat tersebut, Khaulah bertemu dengan Rasulullah untuk membicarakan tentang kafarat (tebusan) dari zhihar. Ketika itu, Rasulullah berkata, ”Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan budak.” Kemudian, Khaulah berkata, “Ya Rasulullah, ia tidak memiliki seorang budak pun yang dapat di merdekakannya.” Lalu Rasulullah berkata, “Kalau demikian, perintahkan kepadanya untuk berpuasa selama 60 hari (dua bulan berturut-turut).” Ya Rasulullah, ia bukanlah lelaki yang mampu untuk berpuasa”, kata Khaulah. Rasulullah berkata, ”Perintahkan kepadanya untuk memberi makan kurma kepada 60 orang yang miskin.” Khaulah berkata, Ya Rasulullah. Demi Allah, ia tidak memiliki makanan sebanyak itu. “Rasulullah berkata, “Kalau begitu, aku akan membantunya dengan setengahnya .” Khaulah berkata, “Aku akan membantunya dengan memberikan setengahnya.” Setelah itu, Khaulah melaksanakan perintah Rasulullah.
Khaulah adalah wanita yang aduannya di dengar oleh Allah swt. Ia hanya memohon kepada Allah swt, yang ia sembah. Demikianlah seharusnya seorang muslim dalam menghadapi suatu masalah.
Khaulah binti Tsa’labah Menasehati Umar bin Khattab
Pada suatu ketika, Khaulah Umar bin Khattab sedang berjalan bersama Al-Jarud Al-Abdi . Tiba-tiba, Khaulah binti Tsa’labah menghentikan langkah Umar bin Khattab.
Khaulah berkata, “Wahai Umar. Aku telah mengenalmu, ketika engkau masih bernama Umair (nama Umar sewaktu masih kecil) yang menggembala kambing. Waktu telah berlalu hingga engkau telah menjadi Amirul Mukminin (panggilan untuk khalifah). Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah. Barang siapa takut akan siksaan Allah, maka yang jauh akan menjadi dekat. Barang siapa takut mati, maka ia akan kehilangan. Barang siapa yakin akan adanya hisab (perhitungan amal) maka ia akan takut kepada azab Allah.” Umar pun hanya tertunduk mendengarkan nasihat Khaulah.
Al-Jarud merasa harus bertindak untuk menghentikan perkataan Khaulah, Al-Jarud berkata, “Wahai wanita, Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin.” Umar menegur Al-Jarud, “Biarkan dia berbicara. Tahukah kamu siapakah wanita ini.?” Umar menjelaskan kepada Al-Jarud bahwa wanita itu adalah Khaulah binti Tsa’labah. Umar menambahkan, “Allah mendengarkan perkataan wanita ini dari langit yang ketujuh. Oleh karena itu, Umar pun berhak mendengarkan perkataannya.”
Karena kesalihannya, Khaulah sangat dihormati. Khalifah Umar bin Khattab pun berkenan mendengarkan nasihat Khaulah.
Oleh Sugiasih, S.Si.
Posting Komentar