Dunia Nabi ~ Nama sebenarnya adalah Uwaimir bin Malik Al Khazraji. Namun,orang lebih mengenalnya sebagi Abu Darda, karena ia memilki anak perempuan yang bernama Darda. Istri Abu Darda dikenal dengan nama Ummu Darda.
Ketika Islam telah menyebar di Madinah, banyak penduduk Madinah yang memeluk agama Islam. Namun, Abu Darda tidak tertarik untuk menjadi pengikut Rasulullah saw. Abu Darda sangat meyakini berhala sebagai Tuhannya. Ia menyembah berhala dengan penuh ketaatan dan keyakinan.
Abu Darda bersahabat dengan Abdullah bin Rawahah sejak zaman jahiliyah. Abdullah bin Rawahah telah memeluk agama Islam pada awal ajaran Rasulullah saw, ini menyebar di Madinah. Sementara itu, hingga Perang Badar terjadi, Abu Darda belum memeluk agama Islam.
Suatu pagi, Abu Darda bangun dan langsung pergi ke ruangan berhala. Di sana, ia menyembah dan memohon kepada berhalanya. Abdullah berkeinginan kuat agar sahabatnya itu segera memeluk agama Islam.
Setelah itu, Abu Darda bersiap diri untuk pergi ke tokonya yang besar. Di tengah perjalanan. Abu Darda berpapasan dengan banyak orang. Orang-orang itu adalah tentara muslim yang baru saja kembali dari medan perang Badar.
Saat Abu Darda berada ditokonya, Abdullah bin Rawahah berkunjung ke rumah Abu Darda. Di sana, Abdullah menemui istri Abu Darda. Ia berpura-pura bertanya tentang keberadaan Abu Darda. Ummu Darda tidak curiga sedikit pun dan berkata, ”Abu Darda sedang berdagang. Tidak lama lagi dia akan pulang.” Abdullah meminta izin masuk ke rumah Abu Darda, Ummu Darda yang sama sekali tidak curiga mempersilakan Abdullah untuk masuk.
Kemudian, Ummu Darda sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anaknya. Hal itu dimanfaatkan Abdullah untuk masuk ke ruangan berhala. Ia mengeluarkan kapak yang telah dipersiapkannya, sambil mengutuk berhala itu Abdullah melayangkan kapaknya ke arah berhala Abu Darda. Berhala pun hancur berkeping-keping.
Ummu Darda mendengar suara yang mencurigakan dari ruangan berhala. Ia segera mendekatinya. Alangkah terkejutnya Ummu Darda melihat berhala telah hancur berkeping-keping. Sementara itu, Abdullah bin Rawahah segera meninggalkan rumah Abu Darda.
Ketika Abu Darda pulang ke rumahnya, ia melihat istrinya menangis di depan pintu ruangan berhala. Abu Darda pun terkejut bukan main melihat berhalanya telah hancur. Ia menjadi marah dan berkata, “Siapakah yang berani melakukan hal itu ?” Abdullah sahabatmu yang telah menghancurkan berhala ini,” Jawab Ummu Darda. Mendengar jawaban Ummu Darda. Abu Darda hendak menemui Abdullah untuk membuat perhitungan. Namun, tiba-tiba Abu Darda terdiam. Ia berpikir, “Kalau memang berhala ini adalah Tuhan, mengapa ia tidak membela diri?”. Perlahan-lahan, kemarahannya mereda. Ia jadi mengerti bahwa berhala itu pastilah bukan Tuhan. “Melindungi dirinya sendiri saja ia tidak bisa, apalagi melindungi diriku dan keluargaku.” Pikir Abu Darda.
Abu Darda segera menemui Abdullah bin Rawahah. Kemudian, ia dan Abdullah pergi menemui Rasulullah. Di hadapan Rasulullah, Abu Darda menyatakan keislamannya. Abu Darda menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh keikhlasan.
Abu Darda Berdakwah Ke Negeri Syam
Abu Darda menyesal karena terlambat meyakini ajaran agama Islam dibandingkan sahabat-sahabatnya. Ia merasa tertinggal dalam ilmu agama, seperti hafalan Al-Qur’an, pemahaman ibadah, dan amal saleh lainnya. Abu Darda bertekat mengejar ketertinggalannya dalam ilmu agama. Oleh karena itu, ia tekun menjalankan ibadah dan terus mempelajari Al-Qur’an. Ia juga sering menghadiri majelis-Majelis untuk menambah ilmunya. Untuk menghadiri majelis atau melakukan ibadah. Abu Darda, sering kali meninggalkan kegiatan dagangannya. Ia sama sekali tidak menyesal melakukan hal itu.
Sikap Abu Darda yang demikian membuat orang-orang keheranan. Ketika ditanyakan hal itu, ia menjawab, “Saya tidak mengatakan Allah swt, mengharamkan jual beli. Saya hanya ingin menjadi pedagang bila kegiatan dagang itu tidak mengganggu saya dalam berzikir.”
Pada suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab hendak mengangkat Abu Darda sebagai pejabat tinggi di negeri Syam. Namun, Abu Darda menolaknya. Penolakan itu membuat Khalifah Umar menjadi marah. ”Aku akan pergi ke Syam, tetapi hanya untuk mengajarkan Al-Qur’an dan sunnah nabi, serta mendirikan shalat bersama penduduknya.” Khalifah Umar menyetujuinya.
Abu Darda pergi ke Damsyik (ibu kota Syam). Saat sampai di Damsyik. Abu Darda sedih karena ia melihat masyarakat Damsyik yang terlena oleh kehidupan duniawi. Mereka begitu memuja kekayaan dan kemewahan. Mereka juga membangun bangunan-bangunan yang megah. Oleh karena itu, ia mengundang penduduk Damsyik ke masjid dan berdakwah di sana. Ia mengingatkan adanya kaum ‘Ad yang mengumpulkan harta kekayaan dan membangun bangunan yang megah. Namun semuanya hancur karena mereka mengingkari Allah Ta’ala. Banyak orang yang menangis karena tersentuh oleh dakwah Abu Darda.
Di Damsyik, Abu Darda terus berdakwah. Ia pergi ke majelis-majelis masyarakat atau ke pasar-pasar untuk mengingatkan mereka tentang ajaran Rasulullah yang benar. Ia menggunakan setiap kesempatan untuk mengajarkan ilmu agama.
Suatu ketika, seorang pemuda mendatanginya dan berkata, “wahai sahabat Rasulullah Ajarilah aku !”. Kemudian, Abu Darda berkata, “Wahai anakku. Ingatlah Allah saat engkau bahagia, pasti Allah akan mengingatmu ketika engkau sengsara. Jadilah orang yang mau belajar dan mau mendengar. Sesungguhnya, orang yang bodoh pasti celaka.”
Demikianlah Abu Darda mengajarkan Al-Qur’an dan hikmah yang ada di dalamnya. Ia member pengajaran dan peringatan kepada penduduk. Selain taat beribadah, Abu Darda ingin membentuk masyarakat yang benar-benar Islam.
Oleh Sugiasih, S.Si.
Posting Komentar