Ndelosor Pada Rakaat Terakhir Saat Ngejar Shalat Jumat

 Kalau sudah waktunya shalat segeralah berangkat. Jangan menunda-nunda disaat waktunya mepet. Ya terpontal-pontal lah. Bisa sampai terpeleset dan ndelosor di belakang shaf belakang
          Saat iqomah berkumandang di salah satu masjid kawasan Toga Lumajang, Man Kapit buru-buru mematikan rokoknya. Sepeda motor di stater, lalu cuz lah dia ke masjid. Entah kali ini saja atau kebiasaan. Yang penting, dia tercatat tidak pernah bolos shalat jumat.
Sebelum tiba di masjid, dia sempat menyapa Cong Kenek yang terlihat sedang nongkrong di warung kopi. Sempat dia ajak shalat. “Cong, ayo shalat. Wes ape mulai iki,” ajaknya. “Biasa wae Pit. Koyok muallaf ae shalate pateng. Aku yo tahu shalat tapi gak sombong ngunuh,” ucap Cong Kenek asal Lumajang Kota ini mengerjain Man Kapit.
Man Kapit tak menggubris. “Dasar wong edan, kok tiru-tiru gayaku ndisek,” batinnya lalu menggeber sepeda motornya. Sesampainya di pelataran masjid, sepeda motor diparkir. Diapun buru-buru ambil Wudhu lalu masuk dibarisan shaf terakhir untuk mengejar rakaat pertama. Loloslah dia di masjid itu sebagai jamaah yang seolah-olah sama dengan jamaah lain.
Dia memang merasa terlambat.Namun meski terlambat, dia berdalih tidak begitu parah. Sebab, di belakangnya banyak yang menyusul. Ada yang berebut masuk menyerobot shaf dan ada pula yang berebut mengambil wudhu.Rakaat pertama berhasil dilewati Man Kapit dan jamaah di masjid tersebut. Selanjutnya memasuki rakaat kedua. Disaat itulah, Cong Kenek datang. Sama seperti jamaah lainnya yang terlambat. Dia segera melepas alas kaki lalu masuk di pelataran masjid yang sudah licin lantaran keciipratan air wudhu dan jamaah yang terburu-buru.
Dasar Cong Kenek. Sudah tahu terlambat, masih saja maksa untuk ikutan shalat di masjid tempat Man Kapit shalat. Itu saja tidak cukup. Ternyata dia masih belum mengambil wudhu. Diapun buru-buru lari ke tempat wudhu yang melewati belakang jamaah di shaf terakhir.Saking buru-bururnya dia mengejar rakaat terakhir, sampai tidak tahu jika di lantai tersebut banyak air. Licin pula. Tanpa sadar, kakinya menginjakkan pada lantai teras masjid yang licin itu sambil berlari.
Tiba-tiba “BRUAAKKK”. Cong Kenek terjatuh. Dia ndelosor di belakang barisan shaf terakhir. Memang tidak sampai jatuh terbaring, namun  dia terjengkak sambil duduk. Jamaah di barisan belakang ada yang tahu kejadian itu. Termasuk Man Kapit.
Sedikit banyak perhatian mereka mengarah pada Cong Kenek. Ada yang badannya bergetar menahan tawa sambil melanjutkan shalat. Ada pula yang menutup mata dengan telapak tangan kiri. Juga ada yang menutup mulut biar suara cekikikan tawanya tak terdengar dan tak merusak kekhusyukan jamaah lainnya.
Sementara Cong Kenek hanya cengar-cengir melihat kanan-kiri-depan-belakang. “Waduh, uapes temen awakkku iki. Tapi gapopo, sik nutut kayake tak godake disek ae ben iso jumatan neng keneh,” batinnya
Meski kondisinya seperti itu, dia tidak menyerah. Masih saja dia menuju ke tempat wudhu. Kali ini perlahan-lahan biar tak terjatuh lagi. Wudhu dipercepat dan akhirnya di berhasil mengejar shalat jumat.
Cuma bukan rakaat terakhir yang dia dapat. Melainkan pada waktunya tahyat atau sesaat mendekati salam. “Timbang ndak oleh opo-opo, gak masalah wes. Nggodak ae wes. Penting shalat Jumat,” batinnya. Diapun mengikutinya dan melanjutkan dua rakaat sisa itu sendirian.
Selesai Shalat, Man Kapit dan beberapa jamaah yang kenal Cong Kenek sedang menyanggong. Spontan tawa langsung pecah dibarisan terakhir itu. Semua meledek Cong  Kenek. “Sesok-sesok, rausah kakean cocot Cong. Nyebut koyok muallaf lah, nyebut sombonglah. Ben gak ndelosor ngeneh,” ledek Man Kapit sambil mingkel-mingkel diikuti teman lainnya.
Mat Pi’i yang berada di dekat Cong Kenek juga tak kalah menyindir. “Lek budal terakhir dewe, cuma oleh kulite endog Cong. Percuma Cong, mending saiki goleko masjid laine sing gurung mari shalat jumat, he he he,” sindir Mat Pi’i.
Cong Kenek diam saja. Mulutnya dibungkam dengan telapak tangan kanannya. Namun badannya bergetar-getar menahan tawa. Tak cuma itu, dia juga terlihat malu karena banyak jamaah lain yang mengarahkan pandangan padanya.
Beberapa saat kemudian, Cong Kenek membuka mulut. “Sakjane aku mau kok iso kepreset rek. Paling dijebak awakmu kabeh iki ben aku kepreset. Mosok banyune uakeh neng andinge tempat wudhu iku,” ujarnya mengeluh.

“Loh, sik gak ngaku salah. Sik gak legowo kenek pelajaran ndelosor ngunuh awakmu. Sesok iso kejlungup neng jeding awakmu loh Cong,” ledek Man Kapit. “Awuh enggak wes rek. emoh aku. Sesok gak ape sombong, gak ape komplain. Penting gak ngarani awakmu wes. Aku kapok rek,” tutup Cong Kenek yang ditertawakan beberapa jamaah lain yang kenal dan mengerti kelakuannya.