Lihat Pejabat Di Warung, Langsung Ikutan Makan

foto: cong kenek
Mentang-mentang kenal, tahu pejabat di warung langsung nimbrung makan. Harapannya ya ada traktiran lah. Tapi siapa sangka pejabat malah pamitan. Ngacir deh. Sudah tak dapat gratisan, malah nambah hutang

Momen Hari Jadi Lumajang (Harjalu) tak ingin disia-siakan oleh Cong Kenek. Lelaki asal Kecamatan Kedungjajang ini mengajak Mat Tasan, teman sejawatnya keluar mencari hiburan. “Ayo San, mosok enek harjalu ape ndekem tok ae neng omah. Lek gawe wong tuwo sik enek pantese, tapi lek awak dewe yo cek gak pantese lah San,” ajaknya campur menyindir. Mat Tasan awalnya tak berminat. Sebab, momen itu sudah sering kali dia lihat. Apalagi, belakangan ini acaranya tidak ada inovasi yang sip. Itu-itu saja penampilan dan acaranya. “Sakjane aku wegah. Tapi berhubung diajak awakmu ayok ae wes. Tapi sembarangane aku nunut awakmu yoh, awakmu bandare saiki,” ucapnya bersedia yang bersyarat.
Cong Kenek senang campur susah juga. Sebab syarat itulah yang sebenarnya dia cari. Lantaran dia sendiri juga bokek alias tak ber uang. Namun, namanya sudah kadung diiyakan oleh Mat Tasan, maka kepalang tanggung. Sekalian dia menjamin keseluruhan. “Yowes, aku bandare. Opo jare aku kabeh. Penting tugasmu ngangguk karo nguatne posisiku,” tegasnya. Keduanyapun bergegas berangkat. Semua kawasan yang menjadi area tempat harjalu disisir. Kebetulan saat kemarin adalah momen karnaval. Sepanjang lintasan dilewati kedua kawanan yang juga dikenal sebagai pengurus lembaga swadaya mayak-mayak (Lsm) ini. Setelah keliling dan muter kesana-kemari, capeklah mereka. “Cong, luwe aku,” sambat Mat Tasan. “Anggepmu aku gak kaliren tah. Podo ae San, wetengku kemrucuk ket mau. Sik tak golekne panganan. Marine mbadog bareng wes, tenang ae opo jare aku,” jelas Cong Kenek sok PD. “Iyo San, aku ngangguk tok pokoke wes,” sahut Mat Tasan berharap. Nah, disaat keduanya sedang sambat, setelah mencari-cari cara, mereka melihat di salah satu rumah makan yang berada di Jalan Ghozali, terlihat Mat Nganu salah seorang pejabat top di Lumajang. Dia terlihat makan bersama keluarganya.
“Wes San, rausah kakean cangkem. Ayo saiki mbadog, mlebu neng warung iku,” katanya. Mat Tasan hanya merespon mengangguk lalu bergegas ikut Cong Kenek masuk ke rumah makan. Tanpa aba-aba, Mat Tasan memesan makanan super spesial. Tak tanggungtanggung, dia memesan gurami bakar jumbo. Melihat gaya Mat Tasan, Cong Kenek ikut pesan yang lebih top. Dia pesan Sup buntut. Tidak lupa lalapan terong. Meski gak nyambung tapi berhubung sudah terlanjur, akhirnya dia pesan makanan itu. Disaat pesanan belum datang, Cong Kenek menyempatkan menyapa Mat Nganu. “Assalamualaikum bos, waduh ada bos disini ya. Sori bos gak kelihatan daritadi. Sama siapa bos?,” sapa Cong Kenek. “Waalaikum salam, eh kamu Cong. Dungaren ketok rek. neng endi ae rek, terus saiki aktifitase opo?,” katanya yang juga sok akrab. Keduanya menyempatkan mengobrol sebentar.
Bahkan juga menyempatkan mengobrol dengan keluarga Mat Nganu meski sebatas say hallo saja. Disaat obrolan ingin diakhiri Mat Nganu, Cong Kenek tetap saja nyerocos. “Saya sama teman saya itu bos, biasa bos lagi kecapekan ngawal Harjalu. Makanya kita mampir untuk makan disini,” jelasnya super PEDE. “Oh gitu ya,” jawab Mat Nganu berhemat bicara karena ingin menuntaskan obrolan. Karena sudah terlalu lama bersabar, Mat Nganu akhirnya berpamitan. “Sudah mas, maaf saya harus segera balik. Ada tamu dirumah dinas menunggu,” katanya. Keluarganyapun juga sudah berdiri dan berniat untuk keluar rumah makan tersebut. Cong Kenek tetap saja mengajak mengobrol. “Iya bos, ini kita lagi nyari proyek-proyek kecil-kecilan bos, kalau ada dikasihlah bos, soalnya kita ini untuk makan saja susah. Apalagi teman saya itu, kasihan dia kesini aja nunggu saya ajak. Kalau gak ditraktir gak makan dia,” ucapnya sambil menunjuk Mat Tasan. Mat Tasan kemudian mengangguk sesuai pesan Cong Kenek.

Dari semua obrolan yang mengandung permintaan agar biaya makan ditangani Mat Nganu, tetap saja tak direwes. Mat Nganu malah berpamitan keluar. “Wes ya, sepurane aku enek dayo ngenteni. Suwun wes, kapan-kapan dilanjut maneh, assalamualaikum,” jawabnya lalu tersenyum dan bergegas pergi tanpa ada embel-embel membayari makanan. Disaat Mat Nganu pergi, Cong Kenek terlihat kesal. Dia kembali ke meja makan bersama Mat Tasan. “Pejabat kok persis karo petinju. Cek cuereke temenan. Mandar apes koen leh,” ucap Cong Kenek ngerowengngeroweng. Mat Tasan tetap saja hanya mengangguk. Karena kesal, Cong Kenek melabrak Mat Tasan juga. “Awakmu iki pisan, isone mung ngangguk tok ae. Gak ndukung blas,” labraknya. “Loh, aku jarene dikon ngangguk ae,” katanya mengelak. “Wes lek ngeneh ndang entekno pangananmu, terus nyango omahe Mat Pi’i. Nyilih duit gawe mbayar panganan iki,” jelas Cong Kenek. Karena tak ada pilihan lain, Mat Tasan akhirnya tetap mengangguk. Selesai makan dia segera pergi kerumah Mat Pi’I untuk meminjam uang atas suruhan Cong Kenek. “Gak ape ngangguk tok aku wes, iki utangmu bayaren dewe engkok. Aku gak melu-melu,” ucap Mat Tasan yang bikin Cong kenek merengut bersungut-sungut.