Sakit Gigi Periksa ke THT

Foto: cong kenek



Beginilah jika tak teliti. Cong Kenek yang sakit gigi nyaris dioperasi sama dokter THT. Untung saja ada pasien lain yang mengingatkan. Jika tidak, bisa bablas gigi Cong Kenek.

                Cong Kenek benar-benar sedang tak beruntung. Sudah tanggal “berjenggot”, bodinya sedang tak stabil. Cong Kenek sedang dirundung sakit gigi dan meriang tak karu-karuan. Pagi-pagi benar Cong Kenek sudah bangun. Bukan karena kebiasaanya yang tertib bangun pagi, tapi Cong sedang tak enak tidur. Giginya cekot-cekot dan badannya hangat tak seperti biasanya. Cong Kenek bergegas bangun dari tempat tidur di kamar kosnya di daerah Klojen, Lumajang. Sambil memegang pipinya, Cong Kenek merintih kesakitan dan dengan muka masam dia mengeluh pada Mat Tasan. “Aduh, Mat... untuku loro tenan iki...,” keluh Cong Kenek pada Mat Tasan. Dengan nada datar Mat Tasanpun menanggapi santai keluhan Cong Kenek. “Biasa ae, Cong... Paling untumu lagi digerogoti uler,” katanya. “Yo paling, Mat... Ayo terno aku nang dokter,” pinta Cong Kenek pada Mat Tasan.
Mat Tasanpun menyanggupi ajakan Cong Kenek yang ingin pergi berobat ke dokter. Tapi Mat Tasan juga sadar jam masih menunjukan pukul setengah enam pagi. Jadi dokterpun belum ada yang buka praktik. “Sabaro, Cong... Mengko jamjam songoan baru tak terno awakmu,” masih dengan nada datar Mat Tasan menanggapi ajakan Cong Kenek. Selang beberapa jam, Cong Kenek kembali mengeluh pada Mat Tasan. “Ayo, Cong... Ayo, budal nang dokter. Aku wes gak kuat iki,” sambil memegang pipi dan meringis Cong Kenek mengajak Mat Tasan untuk mengantarnya ke dokter. Mat Tasanpun menyanggupi karena jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Diantarkanlah Cong Kenek oleh Mat Tasan ke dokter. Sesampainya di dokter, Mat Tasan langsung memarikir sepeda dan menggandeng Cong Kenek untuk masuk kedalam ruang praktik dokter. Mereka langsung duduk di ruang tunggu untuk menunggu giliran masuk keruang periksa dokter. Kebetulan, pada hari itu banyak pasien yang sedang antre. Iseng saja, Cong Kenek menyapa orang di ruang tunggu yang sepertinya juga sedang menunggu untuk dipanggil dokter. “Bu, sakit apa?,” tanya Cong Kenek sok akrab.

 Orang yang disapa Cong Kenekpun dengan nada datar menjawab, “Ini telinga saya kemasukan cutton bud,” ujar orang yang disapa Cong Kenek tersebut. Cong Kenek sedikit kaget dengan jawaban dari orang yang disapanya tersebut. Dalam hatinya, dia berpikir, kenapa orang ini akan memeriksakan telinganya pada dokter umum, bukankah seharusnya ke doter THT. Penasaran, Cong Kenek kembali bertanya. “Bu, kok periksa telinga didoter umum, bukanya di dokter THT?” Cong Kenek kembali bertanya. “Lah, kan yo bener, Mas. Iki kan ancen dokter THT. La sampen kate prikso kuping pisan kan?” orang yang disapa Cong Kenek itu kembali bertanya. “Waduh, dadi iki dokter THT?” sontak Cong Kenek bertanya kembali pada orang tersebut. “Aduh, kurang asem Mat Tasan iku, mosok aku loro untu digowo nang dokter THT,” gumam Cong Kenek dalam hati. Kemudian Cong Kenekpun langsung bergegas mencari Mat Tasan yang sedang menunggunya di luar ruang tunggu. “Kurang asem kon, Mat... Mosok aku mbok gowo nang dokter THT loro untu ngene,” amuk Cong Kenek yang langsung bertemu Mat Tasan di luar ruang tunggu. “Lah, yo ta, Cong? Aku yo gak weruh nek iki dokter THT,” jawab Mat Tasan. Sambil bergegas pulang, keduanya sama-sama baru melihat papan nama dokter di luar pagar. Ternyata benar, Mat Tasan tak memperhatikan papan nama dan keterangan spesialis dokter yang sebenarnya papanyna cukup besar itu. Memang benar, bahwa yang dikunjunginya itu adalah dokter THT dan baru di sebelah gedung dokter THT tersebut adalah dokter umum. Mat Tasan dan Cong Kenek pun langsung bergegas ke dokter sebelah gedung dokter THT tadi.