Foto: Cong Kenek |
Kalau melihat sesuatu itu jangan lantas ambil kesimpulan. Pastikan dulu sebelum menafsirkan sendiri. Bisa fatal akibatnya. Masak simulasi gunung meletus dikira beneran dan lantas menjual sapi.
Pakaiannya lusuh. Ke ringat yang bercucuran itu menetes saat sepeda angin yang dikayuh itu melindas bebatuan. Dengan seiikat rumput yang dibonceng, lelaki asal Klakah itu melintas di dekat lapangan desanya. Kebetulan saat itu sedang digelar simulasi bencana Gunung Lemongan. Dialah Cong Kenek. Pria berumur 45 tahun ini sempat tertegun mendengar suara melalui pengeras yang membahana di sekitar lapangan. Bahwa ada sejumlah imbauan dan arahan penanggulangan ketika gunung meletus. “Waduh, bahayaaa, bahayaaa,” batinnya. Saat ada sejumlah warga ber larian dan kendaraan mengangkut korban, dia langsung turut me nge luarkan jurus langkah seribu. Sepeda angin dan rumput ditinggal begitu saja. “Palang nekah, palang ongguh, tang binih ben anak koduh e sambih ngungsi,” batinnya sambil berlari menuju rumah tinggalnya.
Sampai di rumah, tanpa banyak tanya dan tanpa minta arahan perangkat RT/RW setempat, dia langsung memberikan informasi yang dia tahu pada Yu Tub istrinya. “Nik, duli siap-siap. Lemongan parah meletus nik,” ujarnya pada Yu Tub. “Ongguen kak? Palang mon dekyeh kak, mayuk lah kak yap siyap,” sahutnya. Dia juga memanggil Mat Tasan, anak semata wayangnya untuk diajak mengungsi. “Sapeh roh e pa dekremmah Nik,” tanya Cong Kenek. “Jek mekeren dunyah maloloh kak. Juwel kabih lah,” jawabnya. Keduanya langsung mencari pembeli. Keluarga yang dikenal jarang bermasyarakat ini juga enggan mengabarkan informasi yang didapat itu pada tetangganya. Langsung saja menjual ternak pada Mat Nganu. “Belluk jutaan lah, duwek kalak kabbih,” tawar Cong Kenek. “Iyelah. Sip. Pesenah degik malem eanter,” jawabnya. Mat Nganu langsung pulang. Sesaat lamanya, malam hari kemudian kembali membayar uang dan membawa pulang dua ekor sapi. Sementara Cong Kenek dan Yu Tub tambah sibuk siap-siap untuk mengungsi.
Mat Tasan juga sama. Alat mainan yang dimiliki juga sudah dimasukkan dalam tas. Disaat itulah, Yu Tub ingat bahwa urusan gunung biasanya berkaitan dengan Man Kapit yang merupakan tim relawan Lemongan. “Begh. Dekremmah mon telepon Man Kapit kadek mas, kan rowah se paling taoh,” usul Yu Tub. Tak berselang lama, Cong Kenek langsung ambil seluler jadul dan menghubungi Man Kapit. “Kak, nekah onguwen Lemongan tero meletus. Engkok entar mangkat ngungsi nekah,” tanyanya. “Beneh pak, roah cuman simulasi,” jawab Ngakak. “Apa roah simulasi,” tanya Cong Kenek. “Simulasi roah ye pelatihan. Beneh ongguwan,” jawab Man Kapit. Cong Kenek ngengkel. “Enten kak, gelek tao dibik engkok. Benyak reng ru teburuh nyareh slamet,” tanyanya lagi. “Iyeh pak, roah nyamana simulasi bencana. E ajeren,” jelasnya. “Begh, ca’en engkok ongguwen. Yeh lah, tak deddih ngungsi engkok lah, Tape sapeh duwek kadung e jual gikburuh,” jawabnya yang disambut tawa Man Kapit. Informasi itu langsung disampaikan oleh Cong Kenek pada Yu Tub. Seketika itu, Yu Tub langsung muntab. “Mangkanah, jek wah metowah kak, nyak tanyak kadek ka se ngerteh,” amuk Yu Tub. Cong Kenek kemudian manyun sendirian. Yu Tub kemudian mengajak Cong Kenek bercanda. “Sabber kak, guk lagguk jek langsungan dekyeh. Pagenah kadek jek langsung juwel sapeh ,” pungkasnya yang membuat pasangan ini ngakak-ngakak.
Posting Komentar