Kisah Ali bin Abu Thalib Dalam Perang Shiffin

Dunia Nabi ~ Pada masa awal pemerintahannya, Ali bin Abu Thalib memecat beberapa gubernur yang diangkat oleh Khalifah Utsman. Hal  itu ia  lakukan karena gubernur-gubernur itu dianggap  tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan  baik. Ada juga gubernur yang dipecat karena berkelakuan buruk.


Salah seorang yang dipecat adalah gubernur Syam, Muawiyah bin Abu Sufyan yang juga  sahabat  Nabi. Ia tidak menerima pemecatan atas dirinya dan bermaksud untuk memberontak pada pemerintahan Ali. Muawiyah memanfaatkan peristiwa pembunuhan Utsman untuk menjatuhkan pemerintahan Ali. Muawiyah mengerahkan Pasukan ke  Kufah dengan tuntutan menyegerakan hukuman bagi para pembunuh Utsman. Ketika mengetahui dirinya akan diserang, Ali mempersiapkan pasukannya.

Saat sampai di wilayah Shiffin (Irak), pasukan Muawiyah berkemah. Di sana mereka juga menutup jalan yang ke arah Sungai Eufrat agar pasukan Ali tidak dapat menggunakan air di sungai Eufrat. Sementara itu, Ali khawatir terjadi banyak pertumpahan darah di antara muslim. Oleh karena itu, ia mengirim utusan untuk menyelesaikan permasalahan dengan jalan musyawarah. Muawiyah menolak ajakan Ali.

Tidak lama kemudian, terjadilah pertempuran di antara kedua pihak. Pasukan  Ali hampir  mengalahkan pasukan Muawiyah dan menguasai Sungai Eufrat, dengan demikian pasukan Ali  mampu mengambil air di sungai Eufrat.

Namun, Muawiyah tidak menyerah begitu saja. Ia menggunakan siasat yang licik. Dengan meletakkan Al-Qur’an diatas tembok, ia mengajak Ali berdamai. Ali  mengetahui  bahwa hal itu hanyalah tipu muslihat Muawiyah. Ali memerintahkan pasukannya terus menyerang Muawiyah dan pasukannya. Namun pasukan Ali tidak mau menyerang pasukan Muawiyah, pasukan Ali  menjadi terpecah belah. Sebagian  pasukan Ali meminta Ali untuk berdamai dengan Muawiyah dan sebagian yang lain mendesak untuk menyerang pasukan Muawiyah. Ternyata pasukan Ali yang mendukung perdamaian lebih banyak  dibandingkan yang menginginkan penyerangan terhadap pasukan Muawiyah. Akhirnya, Ali  menghentikan penyerangan.

Pihak Ali dan pihak Muawiyah hendak bermusyawarah, sebelum bermusyawarah, Muawiyah meminta Ali meletakkan jabatannya sebagai Khalifah. Namun, pihak Muawiyah  berlaku licik dengan mengangkat Muawiyah sebagai khalifah. Mereka tidak mengakui Ali sebagai khalifah. Akhirnya negara Islam terbagi menjadi dua yaitu pemerintahan Ali dan pemerintahan Muawiyah.

Pembunuhan Ali bin Abu Thalib

Keputusan Ali untuk  berdamai dengan Muawiyah menimbulkan ketidak puasan sebagian kaum muslim. Mereka membentuk sebuah aliran (firqah) yang disebut khawarij. Kaum khawarij menganggap Ali sebagai orang kafir.

Kaum khawarij juga mengadakan kekacauan di berbagai wilayah, setiap kali bertemu  dengan orang yang tidak sependapat dengan mereka, orang tersebut akan langsung dibunuh. Oleh karena itu, Ali mengirim pasukan ke Nahrawan, markas kaum khawarij, untuk menumpas mereka, ketika itu pasukan Ali berhasil menumpas kaum khawarij.

Orang-orang khawarij yang berhasil menyelematkan diri menyimpan dendam kepada Ali. Oleh karena itu, mereka  memerintahkan Ibnu Muljam untuk membunuh Ali bin Abu Thalib. Berbekal pedang yang ditaburi racun, Ibnu Muljam berangkat ke masjid di Kufah.

Pada waktu sebelum subuh, Ali berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat  secara berjamaah, seperti biasanya, ia membangunkan penduduk Kufah untuk shalat berjamaah. Sementara itu, Ibnu Muljam telah bersembunyi di dekat masjid. Saat Ali  melangkahkan kakinya ke dalam masjid, Ibnu Muljam mengibaskan pedangnya ke kepala Ali. Seketika, Ali jatuh dengan berlumuran darah setelah itu Ibnu Muljam melarikan diri. Orang-orang yang mengetahui peristiwa itu mengejar Ibnu Muljam. Sebagian yang lain membawa Ali ke rumahnya.

Setelah Ibnu Muljam ditangkap, ia dihadapkan kepada Ali. Ali berkata, “Ternyata, engkau yang melakukannya , bukankah selama ini aku telah berbuat baik kepadamu.?” Ali mengingatkan agar Ibnu Muljam diperlakukan dengan baik. Ia juga berkata, “Jika aku hidup, aku akan menentukan hukuman bagi orang itu. Namun, jika aku mati, berikan hukuman sesuai  dengan perbuatannya. Jangan kalian melampaui batas dalam menghukumnya.” Setelah menyampaikan wasiat kepada anak-anaknya, Ali bin Abu Thalib mengembuskan napas terakhirnya. Selamat jalan Ali bin Abu Thalib yang mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Oleh Sugiasih, S.Si.