Kisah Sedekah Lima Real Sang Ustadz ~ Baru saja uang lima real terlepas dari sakunya, saku sang ustadz kembali terisi dengan uang sejumkah lima puluh real. Bukan Cuma itu, ketika ustadz Wawa kembali ke penginapan, salah seorang panitia perjalanan umrah menghampirinya dan memberinya sejumlah uang.
Menurut Ustadz Wawa, sedekah bisa dilakukan siapa saja, mulai dari pejabat, rakyat hingga konglomerat. Sebab sedekah tidak hanya berwujud materi, tapi juga tenaga dan lain-lainnya yang non materi. “Jika kita terus tersenyum untuk setiap orang itu artinya sedekah kita lebih banyak dong, Ustadz?” Tanya seorang murid kepada gurunya. Sang Ustadz tersenyum.
“Tapi Ustadz, kalau kita sedekah senyum, jangan-jangan berbalas senyum juga. Misalnya kita tersenyum sekali, maka kita akan mendapat senyum sepuluh kali lipat. Apa begitu Ustadz?” Tanya murid yang lain.
“Waah......Ustadz tersenyum-senyum saja. Apa ini dalam rangka mengumpulkan pahala?” Nah, yang ini hanya pertanyaan batin seorang murid saja, ia tak berani karena takut di bilang suul adab.
Setelah ustadz Wawa tak lagi tersenyum, ia ganti memandang murid-muridnya satu persatu, kemudian berujar dengan lembut.” Semua pahala ataupun balasan yang akan diterima oleh seseorang yang bersedekah bisa bermacam-macam bentuknya. Dan ini otoritas mutlak Allah Yang Maha Rahim, tak ada yang bisa memprediksi apalagi, memastikan kalau seseorang bersedekah senyum, maka ganjarannya bisa jadi ganjaran dari Allah swt.
Kemudian ustadz Wawa, menceritakan sebuah pengalaman yang semoga menjadi contoh. Bagi ustadz Wawa, menginjakkan kaki di Tanah Suci, merupakan sebuah impian yang tidak hanya diupayakan melalui ikhtiar, tapi juga doa tulus, memohon kepada Rabb Yang Maha Kuasa untuk memberikan jalan menuju ke Baitullah Alhamdulillah, ikhtiar dan doa yang didakwakannya membuahkan hasil ustadz Wawa meyakini, bisa jadi tiket ke Baitullah yang ia dapatkan secara grartis itu dalah imbalan dari sedekah-sedekah yang selama ini lakukan, baik dengan sengaja ataupun tanpa disengaja.
Setelah Mengajar
Hari itu, Ustadz Wawa seperti biasa menjalani aktivitas mengajar di Jakarta Selatan. Dalam melaksanakan rutinitas itu, ia selalu berusaha menjalaninya sebaik mungkin dengan seikhlas-ikhlasnya. Kesabarannya terajut dalam senyum, kelambatan seorang murid dalam menangkap pelajaran yang diberikannnya disikapi dengan lemah lembut, dengan ketelitian dan mengulang-ulang pelajaran tanpa bosan, sehingga sang murid merasa senang.
Jika kenakalan yang diperlihatkan sang murid, ia pun bersikap bijaksana, memberikan contoh melalui kisah ataupun melakukan pendekatan yang membuat murid menemukan ketenangan. Mungkin saja, si murid sedang punya masalah, sehingga ia melampiaskan di ruang belajar.
Begitulah Ustadz Wawa. Segala sesuatunya diusahakan dengan sebaik mungkin dan Insya Allah itu juga merupakan sedekah. Ketika proses belajar mengajar selesai, seorang lelaki dewasa menghampirinya “Ustadz, sebaiknya Angtum mempersiapkan pasport secepatnya dan mengurus dokumen yang lain”, ucap lelaki itu setelah melakjukan salam. Ustadz Wawa tertegun “Paspoirt? Untuk apa ?” tanyanya dalam hati.
“Dalam bulan ini, ustadz bersama kami dan yang lainnya berangkat umrah,” tambah lelaki itu lagi mempertegas. “Umrah? Alhamdulillah,” ucap Ustadz Wawa dalam hati “Inilah jalan itu”
Jalan menuju Baitullah itu memang sudah dilalui Ustadz Wawa dan keberangkatannya ke Tanah Suci pun mendapatkan pengawalan khusus. Sebab, sungguh tak disangkanya, kalau langkahnya ke Baitulllah bersamaan dengan pejabat tinggi. Tentu saja segala fasilitas yang diterimanya adalah fasilitas dengan kelas istimewa. Pesawat, hotel dan makanan yang ia terima selama ibadah umrah adalah sesuatu yang belum pernah ia rasakan selama ini. Dan itulah Rezeki dari Allah Yang maha Pemurah.
Sedekah 5 (Lima) Real
Saat menjalani rukun-rukun ibadah umrah, setelah Ustadz Wawa berhasil mencium Hajjarul Aswad, ia melihat seorang petugas kebersihan yang ia yakini adalah orang dari Indonesia. “Dia seperti orang Indonesia dari wilayah Jawa bagian Barat,” begitu pikirnya.
Maka untuk membuktikannya, ia pun mendekati petugas kebersihan itu kemudian mengajaknya bicara. Ternayata....... perkiraan itu tidak meleset. Petugas itu berasal dari daerah Sukabumi, Jawa Barat. Kemudian Ustadz Wawa membicarakan keberuntungan petugas yang dapat bekerja di Tanah Suci ini. Yang pasti, meski petugas kebersihan, gaji bulanannya cukup besar.
Namun di luar dugaan sang petugas kebersihan justru mengeluhkan penghasilannya. “Gaji di sini memang cukup besar jika di rupiahkan, tapi sebenarnya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari disini yang cukup tinggi,” begitu paparnya.
Ustadz Wawa miris. Ia merogoh uang disakunya, tapi yang ia dapatkan hanya uang sejumlah lima real. “Hanya ini uang yang saya bawa, Pak, semoga ada manfaatnya” begitu ucap Ustadz Wawa. Sebenarnya ia masih ada sedikit uang di hotel, tapi itu untuk kebutuhan selama umrah.
Petugas kebersihan yang menerima uang lima real dari Ustadz Wawa mengucapkan terima kasih. Tak lama setelahnya, ia kembali menyaksikan jamaah yang sibuk berdesakan untuk mencium Hajarul Aswad, salah seorang jamaah perempuan dilihatnya terhempas saat melakukan hal itu. Serta merta ia menolong dan membantunya mencium Hajjarul Aswad itu. Alhamdulillah, berhasil imbasnya, suamin perempuan yang dibantunya itu mengucapkan terima kasih dengan menghadiahi sang ustadz sejumlah uang lima puluh real.
Baru saja uang lima real terlepas dari sakunya, kini sakunya kembali terisi dengan uang sejumlah lima puluh real. Bukan Cuma itu, ketika Ustadz Wawa kembali ke penginapan, salah seorang panitia perjalanan umrah menghampirinya dan memberinya sejumlah uang. “Ini hanya sekadar untuk belanja nanti” begitu ucapnya. Puji Syukur kepada Allah swt yang telah memberikan rezeki Insya Allah, ini juga berkah dari sedekah yang telah dijalaninya selama ini. Wallahu ‘alam Bisshawab.
Sumber : Majalah Hidayah Penerbit PT. Variasari Malindo
Posting Komentar