"Lapo Batak" Senayan Ditutup, Ini Penjelasan Pengelola GBK

Kuliner babi yang dijual di Lapo Senayan
Kuliner babi yang dijual di Lapo Senayan. (Istimewa)
ngawicybers.blogspot.com. Rencana penutupan lokasi sentra kuliner nusantara yang sudah berdiri 24 tahun di Jalan Lapangan Tembak, atau lebih dikenal “Lapo Ni Tondongta”—mengacu pada rumah makan khas Batak—Senayan, menurut pengelola sudah dibicarakan dengan pedagang.

Direktur Utama Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK), Winarto, menjelaskan bahwa persiapan penutupan sudah mendapatkan kesepakatan antar manajemen dan penyewa.

“Perjanjian sewa telah berakhir per 15 Desember 2016. Manajemen GBK telah memberitahukan secara lisan maupun tertulis pada pedagang sejak 22 November 2016,” ujar Winarto, Selasa malam (17/1/2017), seperti diberitakan Kompas.com.

Bentuk pemberitahuan itu, kata Winarto, berupa surat resmi. Manajemen GBK juga sudah beberapa kali bertemu langsung dengan penyewa.

“Hasilnya, semua pihak telah menandatangani kesepakatan untuk mengosongkan lokasi dagang paling lambat 28 Februari 2017,” ujarnya.

Rencananya, lokasi tersebut akan dibangun fasilitas penunjang kegiatan Asian Games yang akan dilaksanakan di GBK pada 2018.

“Akan dibangun training facilities,” kata dia.

Adapun bentuk fasilitas yang dimaksud, menurut Winarto bisa jadi semacam tempat kebugaran atau yang lainnya. “Fasilitas penunjang itu bisa banyak ragam.”

Para pedagang yang berjualan di tempat itu juga membenarkan sudah mendapatkan surat pemberitahuan dari pengelola bahwa masa sewa telah habis dan tidak diperpanjang.

Pada Selasa (17/1/2017) kemarin, beberapa pengusaha makanan di tempat itu menyatakkan keberatannya. Mereka berharap tempat berdagang bisa direlokasi.

“Waktunya sangat singkat, kami belum punya rencana apa-apa, termasuk untuk pindah ke tempat baru. Paling tidak direlokasi-lah,” ujar Paulus Siagian.
Lapo Ni Tondongta Senayan yang akan ditutup
Lapo Ni Tondongta Senayan yang akan ditutup. (Istimewa)
Komentar sama juga datang dari pedagang lain.

“Was-was rasanya karena waktu yang diberikan singkat. Kadang saya pikir kalau di rumah, jangan-jangan besok datang sudah ditutup dan kami tidak bisa masuk lagi,” kata Balkis, pengelola rumah makan khas Jakarta Haji Saleh Kumis 45.

Meski begitu, kata Balkis, penundaan penutupan hingga 28 Februari 2017 membuatnya sedikit lega. Sebab, sebelumnya, surat datang hanya memberi waktu pengosongan kurang lebih dua minggu.

“Ibaratnya saya jualan sampai tidak semangat lagi karena (surat) itu. Belanja juga jadi beberapa kali mikir, habis (laku) atau terbuang percuma ya nanti,” ujarnya.

Pikiran senada juga diutarakan oleh kata kakak Balkis, Salim Balfas. Menurut dia, obrolan antara pedagang juga menjadi tegang, tak lagi santai.

“Dulu kalau istirahat dan ketemu pedagang lain obrolan santai. Sekarang ketemu sedikit, pasti pertanyaanya sama. Bagaimana ini (kelanjutan usaha) kami. Adakah direlokasi? Was-was karena hampir setiap hari bahasannya soal penutupan,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Winarto mengaku tak ada rencana relokasi dalam surat kesepakatan.

“Semua langkah dan tindakan semua pihak akan mengacu pada (surat) kesepakatan. Adapun relokasi tidak dibahas dalam kesepakatan dimaksud,” ujarnya.