Begini Spesifikasi Kereta MRT "Jangkrik" yang Dipersoalkan Sumarsono

Gerbong kereta MRT yang disebut mirip jangkrik
Gerbong kereta MRT yang disebut mirip jangkrik. (Istimewa)
ngawicybers.blogspot.com. Sumarsono, Senin (16/1/2017) lalu mempermasalahkan desain kereta yang nantinya akan digunakan untuk layanan mass rapid transit (MRT) Jakarta. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta tersebut, desain MRT itu lebih mirip kepala jangkrik.

Karena itu, Soni, sapaan Sumarsono, menyatakan akan memanggil perusahaan pembuat kereta, yakni Nippon Sharyo Ltd dan Sumitomo, untuk membicarakan perubahan desain. Meski dinilai Soni mirip jangkrik, kereta yang nantinya akan digunakan untuk layanan MRT Jakarta sebenarnya merupakan kereta yang sudah menggunakan teknologi terbaru.

Kereta untuk MRT Jakarta mulai diperkenalkan ke publik pada April 2015. Dalam acara peluncurannya, Direktur Utama PT MRT Jakarta saat itu, Dono Boestami, menjelaskan bahwa kereta yang akan digunakan oleh MRT adalah rangkaian kereta dengan formasi enam kereta.

Spesifikasinya menggunakan standar Strasya (Standart Urban Railway System for Asia). Dalam sekali perjalanan, satu rangkaian kereta dapat mengangkut 1.950 penumpang.

"Dalam seharinya ditargetkan dapat mengangkut 173.000 penumpang," papar Dono dalam acara yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta, pada 30 April 2015.

Daya angkut tiap satu kereta MRT lebih banyak ketimbang kereta yang kini digunakan untuk layanan kereta rel listrik (KRL) commuter line. Berdasarkan data PT KAI Commuter Jabodetabek, daya angkut rangkaian KRL dengan formasi 10 kereta saja hanya dapat mengangkut maksimal 2.000 penumpang.

Tidak hanya itu, dalam hal teknologi, kereta untuk MRT Jakarta akan menggunakan sistem automatic train operation (ATO) dan sistem persinyalan communication based train control (CBTC).

Dono menjelaskan, sistem CBTC menerapkan sistem persinyalan otomatis di mana perjalanan dikendalikan melalui pusat kontrol. Sehingga seorang masinis yang ada di kereta hanya bertugas menekan tombol buka tutup pintu dan menekan tombol start saat akan menjalankan kereta.

Dengan sistem ini, kereta MRT Jakarta memungkinkan beroperasi tanpa menggunakan masinis. Menurut Dono, sistem ini merupakan teknologi terbaru yang ada di dunia dan akan menjadi sistem persinyalan terbaru dan pertama yang digunakan di Indonesia.

"Kereta dapat beroperasi tanpa masinis. Tetapi, demi memastikan keamanan operasional, MRT Jakarta masih akan menggunakan masinis," kata Dono ketika itu.

Direktur Konstruksi PT MRT saat itu, Muhammad Nasyir mengatakan, tujuan menyertakan masinis adalah untuk mengantisipasi kondisi darurat yang tidak akan bisa tertangani oleh petugas yang berada di ruang kontrol. Misalnya, untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kereta yang mogok.

"Kalau mogok, nanti kan masinis bertugas membawa kereta dari lokasi mogok ke depo. Kondisi yang seperti itu kan tidak bisa kalau lewat control room," kata Nasyir pada kesempatan yang sama.

Desain Sporty

Setelah mempermasalahkan kereta MRT, Soni menyatakan pihaknya akan mengirim tim ahli ke Jepang guna membahas desain ulang bentuk kereta. Tim ahli akan beranggotakan Bappeda DKI Jakarta, PT MRT, serta Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi DKI Jakarta.

Soni menginginkan agar desain MRT nantinya terlihat lebih sporty dan aerodinamis.

"Kayaknya enggak pas, kurang sreg, makanya kami lihat kembali, kan harus gagah. Ini kayak jangkrik tidur. Kalau bisa, diminta yang agak sporty, kayak Apollo. Ini kayak jangkrik. Kok enggak pas ya desainnya," kata Soni.

Menurut Soni, desain ulang kereta tidak akan mengubah kontrak yang telah disepakati. Soni mengatakan terdapat klausul kesepakatan untuk membicarakan ulang hal-hal yang sebelumnya telah disepakati dengan sejumlah konsekuensi. Konsekuensi itu bisa berupa penambahan biaya atau pengerjaan yang semakin lama.

Soni berharap agar desain ulang lokomotif MRT tidak akan berpengaruh terhadap lamanya pengerjaan.

Selain itu, Soni berjanji perubahan desain bentuk kereta tidak akan mengganggu penyelesaian proyek pembangunan MRT. Layanan MRT Jakarta sendiri ditargetkan sudah bisa beroperasi paling lambat pada 2019.

"Ini enggak (mengganggu), ini masih simultan. Paling nunggu perubahan desainnya enggak sampai satu bulan," kata Soni.