SBY saat berdoa. (Istimewa) |
Sebagai mantan presiden sekaligus ketua umum partai politik, lontaran pernyataan SBY bisa berdampak luas. Bahkan bisa menciptakan perdebatan di publik.
“Kalau ada ungkapan apalagi yang bisa dikategorikan doa, tidak usah di Twitter, FB (Facebook), dan lain-lain. Berdoa dalam kesunyian saja supaya tidak dipersepsikan lain-lain,” kata Dadang dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (23/1/2017).
Dewasa ini, menurut Dadang, masyarakat dapat dengan mudah tersulut kemarahan akibat kicauan di media sosial. Untuk itu, kata Sekretaris Fraksi Partai Hanura di DPR ini, lebih baik bila semua tokoh bangsa berhati-hati dalam melontarkan pernyataan.
Ia menambahkan, negara saat ini membutuhkan banyak tokoh dan kelompok yang mampu menjaga kekompakkan dan stabilitas situasi keamanan. Tentunya, upaya untuk saling memanaskan situasi harus diredam.
“Kalau disebut tukang fitnah dan penyebar hoax berkuasa kan ini bisa ditafsirkan lain-lain dan melebar. Jadi semua harus bisa jaga lisan,” tandasnya.
Pada Jumat (20/1/2017), SBY menulis status, "Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi beginil. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*".
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo menilai, kicauan SBY sudah dipikirkan matang-matang. SBY pun diyakini sudah memiliki sejumlah bukti sampai akhirnya mengeluarkan pernyataan itu.
Posting Komentar