Dipukul Massa Aksi 112, Wartawati Metro TV Melapor ke Polisi

Desi Fitriani diamankan petugas keamanan dari pemukulan
Desi Fitriani diamankan petugas keamanan dari pemukulan. (Detikcom)
Anekainfounik.net. Wartawati Metro TV bernama Desi Fitriani melapor ke Polres Jakarta Pusat atas dugaan tindak pidana kekerasan. Desi mengaku menjadi korban kekerasan saat meliput aksi 112 di Masjid Istiqlal.

"Benar, ada laporan itu," kata Kasubag Humas Polres Jakpus Kompol Suyatno, Sabtu (11/2/2017), seperti diberitakan Detikcom.

Berdasarkan salinan surat laporan polisi yang diterima detikcom, laporan itu tertuang dalam surat LP Nomor: 230/K/II/2017 Restro Jakpus. Dugaan kekerasan itu terjadi di halaman Masjid Istiqlal.

Dalam surat itu dituliskan, terlapor dalam laporan ini adalah massa unjuk rasa yang masih dalam penyelidikan. Desi saat itu sedang meliput bersama seorang kamerawan bernama Ucha Fernandez.

Desi mengaku dipukul menggunakan bambu atau kayu pada bagian kepala. Rekannya, Ucha, juga mendapat pukulan. Akibat kejadian ini, Desi mengalami luka memar pada bagian kepala dan sakit di sekujur badan.

Polisi menindaklanjuti laporan tersebut. "Kalau mengenai insiden itu tentu reserse kami akan melakukan penyelidikan adanya dugaan penganiayaan wartawan Metro TV," ujar Kapolda Metro Jaya M Iriawan di Masjid Istiqlal, Jakpus, Sabtu (11/2/2017).
Desi Fitriani melapor ke Polres Jakpus
Desi Fitriani melapor ke Polres Jakpus. (Istimewa)
Iriawan mengatakan, pihaknya juga akan melakukan evaluasi. Dengan begitu kejadian serupa tidak terulang.

"Ini evaluasi bagi kami, dan kami meminta semua elemen untuk menahan diri, karena kerja jurnalistik itu dilindungi UU untuk meliput dan tidak boleh dilakukan tindakan kekerasan," ujar Iriawan.

Iriawan mengatakan tugas jurnalistik adalah meliput peristiwa, sehingga informasi dapat disampaikan kepada masyarakat.

"Karena tujuan adalah bagaimana menyiarkan berita-berita yang ada, yang diliput rekan jurnalistik agar disampaikan ke media. Tentu ini menjadi evaluasi kegiatan kami berikutnya. agar tidak terulang kembali," ujar Iriawan.

Tanggapan AJI

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Ahmad Nurhasim juga mengimbau para jurnalis untuk mengutamakan keselamatan saat meliput aksi massa yang berpotensi konflik dan tidak menghargai para jurnalis.

Dikatakan Ahmad, tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.

Jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik. Pasal 8 UU Pers dengan jelas menyatakan dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial, seperti diatur Pasal 3.

"Tindakan kekerasan terhadap jurnalis jelas melawan hukum dan mengancam kebebasan pers," kata Ahmad. AJI Jakarta menegaskan, tekanan dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis akan menghalangi hak publik untuk memperoleh berita yang akurat dan benar karena jurnalis tidak bisa bekerja dengan leluasa di lapangan.

"Padahal jurnalis bekerja untuk kepentingan publik," katanya, dalam rilis seperti diberitakan Detikcom.

Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung, selain bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP, pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis bisa dijerat Pasal 18 UU karena mereka secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Ancamannya hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

Ditambahkan Erick, masyarakat seharusnya tidak main hakim sendiri. Bila keberatan dengan pemberitaan di media, gunakan mekanisme protes secara beradab dengan cara melaporkan media ke Dewan Pers. AJI mengimbau jurnalis mentaati kode etik jurnalistik dan bekerja profesional.

Selain itu, AJI Jakarta mendorong pemimpin redaksi memperhatikan keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang meliput aksi massa yang berpotensi konflik dan mengancam kerja-kerja jurnalistik. Perusahaan media harus bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang sedang bertugas.